Sekularisme Menyuburkan HIV/AIDS, Islam Membasmi Sampai Akarnya
Liberalisme ini memiliki prinsip bebas melakukan apa saja, tanpa butuh aturan, sesuai kemauan. Pemikiran semacam ini sangat bobrok. Umat manusia dibiarkan mengatur kebutuhannya sendiri, tanpa ada dasar yang pasti.
Oleh: Henyk Nur Widaryanti, S.Si., M.Si.
MuslimahNews.com, OPINI – Nyanyian kebebasan telah lama disenandungkan. Dari generasi ke generasi turun temurun diajarkan. Teori terbang, lepas, melayang diambil tanpa mengindahkan aturan. Glamornya dunia menarik para penikmat memenuhi kebutuhan syahwatnya. Manusia dibiarkan lepas, sesuka hati sesuai keinginannya. Biar bagaimanapun mereka bahagia, bagaiakan burung yang lepas dari sangkarnya.
Sayangnya, kebebasan itu tak bertepi. Kadang mereka melebihi garis batas norma dan agama. Manusia meluapkan birahi bak hewan yang tak berhati. Tubruk sana, tubruk sini sesuka hati. Bahkan, demi uang rela menjual harga diri. Sebab kebebasan berarti bebas tiada bertepi.
Sungguh miris, di negeri ramah ini justru virus menakutkan menyebar dengan pesatnya. Virus yang menyerang kekebalan tubuh manusia hingga dapat menyebabkan kematian. Siap mengancam siapa saja, terutama mereka yang berisiko mengidapnya. Inilah virus HIV yang dalam jangka panjang akan berkembang menjadi Acquired Imuno Deficiency Syndrome (AIDS).
Di sebuah kota kecil di ujung Jawa Timur, penderita HIV/AIDS terus meningkat. Dari metode mobil VCT keliling tercatat ada 586 penderita. Kasi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) Dinkes Ngawi, Djaswadi, mengatakan jumlah penderita penyakit ini naik 20% dari sebelumnya. Kebanyakan adalah para pegawai swasta dan ibu rumah tangga, dan perilaku seks bebas adalah faktor terbesar penularannya. (rmoljatim.com, 9/11/2019)
Jika dilihat secara nasional, di negeri +62 ini pengidap HIV dilaporkan berjumlah 349.882 jiwa dan AIDS sebanyak 117.064 jiwa. Jumlah kasus penyandang HIV tertinggi berada DKI Jakarta (62.108) dan AIDS terbanyak adalah Papua (22.554). (detik.com, (28/11/2019). Ini adalah jumlah yang dilaporkan, kemungkinan masih banyak yang belum ketahuan. Bagaikan fenomena gunung es.
Di Balik Fenomena Gunung Es HIV/AIDS
Tidak akan ada asap jika tak ada api. Tak ada akibat jika tak ada sebab. Begitulah hukum alam yang berlaku di bumi. Penyakit berbahaya ini bukanlah tanpa sebab musabab. Penyakit ini tersebar luas karena prinsip kebebasan yang kebablasan. Kiranya ada beberapa sebab penularan penyakit ini.
Pertama, melalui seks bebas. Kebiasaan gonta-ganti pasangan memberikan peluang terbesar. Ketika mereka melakukan seks bebas dengan orang yang terinfeksi virus ini, maka pasangannya pun ikut terinfeksi. Apabila orang yang terinfeksi ini melakukan dengan banyak orang, akibatnya banyak jiwa pula yang tertular. Seperti Pekerja Seks Komersial (PSK) yang sengaja menjajakan tubuhnya demi materi.
Kedua, melalui keluarga. Jika seorang kepala rumah tangga pernah “jajan” di luar, yang kebetulan pasangannya mengidap virus ini, maka para suami ini akan ikut terinfeksi. Walhasil tertularlah istrinya melalui hubungan badan dengan suaminya. Dan tertularlah anaknya melalui ibunya.
Ketiga, jarum suntik bekas. Penularan penyakit ini melalui cairan dalam tubuh yang terkena pada seseorang. Jarum suntik yang dipakai digunakan berulang kali dengan dalih mengirit. Jika jarum tersebut dikenakan pada orang yang mengidap HIV, maka orang lain yang turut memakai jarum akan tertular. Biasanya dilakukan oleh pengonsumsi narkoba.
Tingkah laku seseorang dipengaruhi oleh pemahaman mereka. Orang mudah bermaksiat karena memahami maksiat itu boleh. Pemahaman tersebut dipengaruhi oleh paham tertentu. Sebut saja liberalisme (kebebasan).
Liberalisme ini memiliki prinsip bebas melakukan apa saja, tanpa butuh aturan, sesuai kemauan. Pemahaman seperti ini lahir dari pemikiran sekularisme yang hanya menjadikan agama untuk ibadah mahdhah.
Sedangkan mengenai kehidupan di dunia, manusia (merasa) bebas mengatur sesuai dengan ketentuannya, tanpa ada campur tangan agama. Pemikiran semacam ini sangat bobrok. Umat manusia dibiarkan mengatur kebutuhannya sendiri, tanpa ada dasar yang pasti.
Berbagai macam upaya telah dilakukan oleh pemerintah. Mulai dari penyuluhan, pendampingan, upaya jemput bola, hingga sosialisasi alat kondom dan yang lainnya. Namun, agaknya belum sedikit pun membuahkan hasil.
Dapat dilihat dari semakin banyaknya pengidap HIV/AIDS. Bagi yang dinyatakan positif HIV/AIDS pun hanya dipantau dan diberi obat saja. Tak ada upaya lainnya agar tak menularkan pada yang lainnya.
Sungguh berbeda dengan Islam. Dengan segenap aturannya Islam memberikan solusi promotif, preventif, kuratif, hingga rehabilitatif.
Promotif, Islam menganjurkan seorang muslim untuk memelihara kehormatannya. Jika telah siap maka diperintahkan menikah sesuai dengan syariat Islam. Namun jika belum siap, maka Islam menyunahkan berpuasa. Islam juga memiliki aturan pergaulan yang mengatur hubungan antara laki-laki dan perempuan. Sehingga setiap orang bisa memenuhi hak dan kewajibannya.
Preventif, adalah pencegahan. Maknanya Islam memiliki metode yang dapat mencegah penyakit ini tidak menular ke yang lainnya. Islam mengharamkan zina ataupun narkoba dan sejenisnya yang merusak akal. Oleh karena itu Islam juga memberikan sanksi yang tegas bagi pelakunya. Negara pun memberantas sarana-sarana maksiat seperti lokalisasi, night club, diskotik, dan sejenisnya. Tidak akan ada sarana-sarana yang dapat dimanfaatkan untuk bermaksiat.
Kuratif, yaitu pengobatan. Dalam hal ini HIV/AIDS merupakan virus yang berbahaya. Sama halnya dengan virus ebola atau flu burung. Maka, untuk pengobatannya perlu dilakukan dengan hati-hati. Seperti melakukan karantina total. Memberikan pengobatan gratis, berkualitas, dan manusiawi. Semua tindakan ini dilakukan untuk pengobatan termasuk mencegah agar virus ini tidak menjalar ke mana-mana.
Rehabilitatif, dilakukan untuk memperbaiki kondisi psikologis dan keimanan Orang dengan HIV/AIDS (OdHA). Jika mereka tertular dari melakukan maksiat, maka harus bertobat dan mengubah diri menjadi lebih baik, taat syariat dan berharap husnul khatimah. Bagi para korban yang tak bertanggung jawab, maka kesabaran lebih baik baginya. Dengan menganggap ini sebagai ujian, maka sakit itu akan menjadi pelebur dosa. Sesungguhnya Allah tidak akan menguji hamba-Nya melebihi kemampuannya.
Itulah solusi Islam yang komprehensif. Lengkap dalam menyelesaikan suatu masalah. Sangat berbeda dengan kapitalisme-sekuleris, ingin menekan laju penyebaran HIV/AIDS tapi membiarkan kemaksiatan di mana-mana.
Bagaikan mencuci piring dengan air kotor, masalah ini tak akan selesai dengan sekularisme. Maka, hanya Islam solusi total masalah ini. Masihkah kita meragukannya? Wallahu a’lam bishawab. [MNews]
