Senja Kala BPJS Kesehatan: Kezaliman Rezim dan Kebutuhan Dunia terhadap Khilafah
Kezaliman rezim demokrasi sungguh luar biasa. Ia berlepas tangan atas tanggung jawabnya yang begitu penting: sebagai penjamin pemenuhan hajat hidup rakyat khususnya pelayanan kesehatan.
Oleh: Rini Syafri (Doktor Biomedik, Pengamat Kebijakan Publik)
MuslimahNews,com, ANALISIS – Melalui program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diresmikan pada 1 Januari 2014, pengelolaan hajat hidup yang berkaitan langsung dengan nyawa masyarakat diserahkan pada korporasi Badan Pengelola Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan).
Sebagaimana termaktub dalam General Agreement on Trade and Services (GATS), dalam pandangan neoliberalisme kesehatan adalah jasa yang harus dikomersialkan. Sementara fungsi negara, sebagaimana logika neolib Good Governance, adalah regulator (pembuat aturan) bagi kepentingan korporasi.
Kedua prinsip batil ini dilegalkan dan diinstitusikan melalui Undang-Undang No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Undang-Undang No 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan berikut sejumlah peraturan turunannya.
Akibatnya, harta yang diperoleh masyarakat dengan kucuran keringat, atas nama premi wajib diambil paksa, tak ubahnya pajak atas kesehatan dan nyawa.
Kesewenang-wenangan pun merajalela, terutama semenjak diwajibkannya setiap orang menjadi anggota BPJS Kesehatan (Universal Health Coverage – UHC) berikut bekerjanya “debt collector” Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) serta sanksi bagi penunggak.
Jelas ini membebani mental dan keuangan masyarakat, apalagi di tengah harga semua hajat hidup yang terus melangit. Terindikasi dari jutaan penunggak[1],[2] dan berbondong-bondongnya masyarakat akan turun kelas karena kenaikan premi.[3]
Parahnya lagi, unsur bisnis yang harusnya disterilkan justru menjadi roh pelayanan kesehatan. Sehingga pelayanan kesehatan kian terindustrialisasi, tunduk pada agenda bisnis BPJS Kesehatan.
Seperti pembatasan pelayanan berdasarkan nilai premi, layanan berjenjang/ rujukan, tagihan paket casemix (INA CBGs) pada Fasilitas Kesehatan tingkat Rujukan (rumah sakit), dan penggajian kapitasi pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (Puskesmas).
Alhasil, status kepesertaan BPJS Kesehatan bukanlah jaminan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan mudah diakses masyarakat, tetapi ditentukan oleh jumlah uang yang dibayarkan.
Jelas ini tidak bisa dibenarkan dari sisi mana pun, kemanusiaan maupun kedokteran, meski hanya menimpa satu orang apalagi pada puluhan juta jiwa. Hasilnya, tidak sedikit orang yang sakitnya bertambah parah. Sampai-sampai rumah sakit yang semestinya ruang bagi puncak kemanusiaan berubah menjadi tempat perjudian nyawa masyarakat.
Kejahatan luar biasa. Namun sayang, dilegalkan oleh perundangan sistem politik demokrasi.
Senja Kala BPJS Kesehatan
Bila pemerintah tulus menyejahterakan masyarakat, sebenarnya tidak ada alasan mempertahankan industrialisasi kesehatan berikut program JKN dan BPJS Kesehatan, apalagi menaikkan nilai premi hingga dua kali lipat. Terlebih melihat rekam jejak pelayanan kesehatan di era JKN dan BPJS Kesehatan, sejak 1 Januari 2014 hingga sekarang dipenuhi catatan kelam penderitaan masyarakat.
Sebut saja, hanya untuk kartu kepesertaan BPJS Kesehatan, publik harus antre sejak dini hari mulanya.[4] Hingga saat ini masyarakat harus antre hingga puluhan jam[5] bahkan hitungan hari untuk berobat, padahal penyakit yang diderita terkategori mematikan seperti kanker[6],[7]
Sementara itu, diskriminasi yang harusnya disterilkan dari pelayanan kesehatan justru menjadi kelaziman.[8], [9],[10], [11] Apa yang diberitakan media massa hanyalah puncak fenomena gunung es. Ini di satu sisi.
Di sisi lain, pelayanan medis tidak standar[12] sudah rahasia umum di kalangan tenaga medis. Mereka dalam tekanan dan keterpasungan idealisme. Kondisi ini diperparah oleh tunggakan BPJS Kesehatan hingga triliunan rupiah pada puluhan rumah sakit akibat defisit kronis.[13]
Janji pemerintah dengan kenaikan premi akan terperbaiki kualitas pelayanan kesehatan sungguh jauh panggang dari api. Dinyatakan wakil ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Adib Khumaidi, “Saya masih belum bisa mengatakan bahwa kenaikan iuran akan berdampak pada kualitas pelayanan baik karena konsepnya hanya berbicara konsep mengatasi defisit saja.[14]”
Terlebih lagi, janji itu mustahil terwujud karena pelayanan kesehatan tunduk pada kepentingan bisnis BPJS Kesehatan di tengah-tengah atmosfer industrialisasi pelayanan kesehatan yang begitu kuat.
Karenanya, berhentilah Pemerintah membual bahwa BPJS Kesehatan penting hanya karena sudah ratusan juta kali digunakan pesertanya.[15] Sebab, kalau ada pilihan lain yang lebih baik secara manusiawi maupun ekonomi (layanan gratis berkualitas), tentu tidak akan ada yang berminat terhadap pelayanan kesehatan BPJS Kesehatan.
Juga berhentilah membual bahwa BPJS Kesehatan lahan untuk berbuat baik, gotong royong, yang kaya membantu yang miskin, yang sehat membantu yang sakit.
Tentang manfaat yang dirasakan oleh sejumlah orang jelas tidak dapat menafikan fakta buruk ini. Tambahan lagi, sesungguhnya yang diperoleh hanyalah manfaat semu, sebab bila ditelaah konsep dan paradigma JKN dan BPJS Kesehatan sendiri tidak saja merampas hak publik terhadap kesehatan, tapi juga berpotensi menimpakan kesengsaraan pada setiap orang.
Bukan hanya di Indonesia, dunia juga didera buruknya pelayanan kesehatan yang berbasis asuransi kesehatan wajib. Bahkan di negara-negara yang sudah menjalankannya puluhan tahun sekalipun dengan kemajuan teknologi tidak diragukan. Seperti di Jerman,[16] demikian juga di Inggris,[17],[18] dan di Jepang.[19]
Semua ini karena kesalahan di tataran prinsip dan dasar yang tidak mungkin diperbaiki secara tambal sulam. Di samping menegaskan pada dunia senja kalanya agenda JKN-UHC berikut sistem kehidupan sekuler pendukungnya, khususnya sistem politik demokrasi dan sistem ekonomi kapitalisme.

Islam Satu-Satunya Solusi
Sistem kehidupan Islam, khususnya sistem ekonomi Islam dan sistem pemerintahan Islam (Khilafah Islam) didesain Allah SWT bagi terwujudnya fungsi negara yang benar. Tameng bagi terjadinya komersialisasi dan industrialisasi pelayanan kesehatan.
Sistem kesehatan Khilafah yang tumbuh dalam sistem kehidupan Islam meniscayakan tersedianya secara memadai segala aspek yang dibutuhkan bagi terwujudnya pelayanan kesehatan gratis berkualitas terbaik bagi setiap individu masyarakat.
Semua itu karena negara, yakni Khilafah Islam melakukan pengelolaan pelayanan kesehatan di atas sejumlah prinsip yang sahih, di antaranya adalah:
Pertama, pemerintah bertanggung jawab langsung dan sepenuhnya dalam hal pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan masyarakat tanpa terkecuali. Gratis namun berkualitas terbaik bagi siapa pun, kapan pun, dan di mana pun.
Rasulullah saw. menegaskan, “Imam (Khalifah) yang menjadi pemimpin manusia, adalah (laksana) penggembala. Dan hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap (urusan) rakyatnya.” (HR Al- Bukhari)
Artinya, haram negara hanya berfungsi sebagai regulator dan fasilitator, apa pun alasannya.
Kedua, pelayanan kesehatan adalah kebutuhan pokok publik, bukan jasa untuk dikomersialkan. Ditegaskan Rasulullah saw., “Siapa saja pada pagi hari dalam keadaan aman kelompoknya, sehat badannya, memiliki makanan pada hari itu, maka seolah-olah dunia telah menjadi miliknya.” (HR Bukhari)
Ketiga, pembiayaan berbasis baitulmal dengan anggaran mutlak. Maksudnya, ada atau tidak ada kekayaan negara untuk pembiayaan pelayanan kesehatan wajib diadakan negara.
Pandangan ini dipaparkan Syaikhul Islam Taqiyyuddin An Nabhani rahimahullah pada sub bab “Nafaaqatu bayti maal” poin keempat, bab “Baytul Maal” kitab Nizhamul Iqtishodi fil Islaam, halaman 236.
Meniscayakan negara memiliki kemampuan finansial yang memadai untuk memikul tanggung jawabnya.
Tidak akan ada konsep batil asuransi kesehatan wajib (Universal Health Coverage, UHC). Sebab, di samping menimbulkan kesengsaraan, asuransi apa pun bentuknya diharamkan Islam, karena akadnya yang batil.17
Inilah sejumlah konsep cemerlang pengelolaan pelayanan kesehatan Negara khilafah. Konsep yang hanya serasi dengan sistem politik Islam, yaitu Khilafah Islam.
Tidak saja menyejahterakan, namun juga sekaligus memuliakan manusia dan insan kesehatan. Allah Swt. telah menegaskan dalam QS Al Isra: 70, artinya, “Sesungguhnya Kami memuliakan anak cucu Adam (manusia)…”.
Pelaksanaan keseluruhan prinsip-prinsip tersebut dalam sistem kehidupan Islam terbukti mampu mewujudkan pelayanan kesehatan gratis berkualitas terbaik bagi setiap insan selama puluhan abad, demikian tinta sejarah peradaban Islam mengabadikannya.[20] [21]
Dan hari ini, dengan prinsip-prinsip sahih tersebut meniscayakan terwujudnya dalam waktu dekat pelayanan kesehatan berkualitas terbaik bagi tiap individu publik.
Karenanya kembalinya Khilafah ke tengah-tengah umat hari ini merupakan hajat mendesak bagi setiap insan. Lebih dari pada itu, Khilafah adalah ajaran Islam yang disyariatkan Allah Swt. kepada kita semua. [MNews]
[1] https://m.detik.com/health/berita-detikhealth/d-4751334/43-persen-ibu-hamil-berhenti-bayar-iuran-bpjs-kesehatan-usai-melahirkan
[2] https://cnbindonesia.com/news/20190902133415-4-96496/12-juta-jiwa-nunggak-bpjs-kesehatan-siap-gedor-pintu-rumah
[3] https://www.cncindonesia.com/news/20191106131122-4-113104/menkes-terawan-bebaskan–peserta-bpjs-turun-kelas-ini-caranya
[4] https://nasional-tempo-co.cdn.ampproject.org/v/s/nasional.tempo.co/621591/antrean-bpjs-kesehatan-di-bandung-sejak-subuh
[5] https://amp-kompas-com.cdn.ampproject.org/v/s/amp.kompas.com/megapolitan/read/2019/01/04132114111/antre-sejak-pukul-0600-pasien-bpjs-di-rsud-depokini-dapat-nomor-437
[6] https://sains.kompas.com/read/2018/10/10200600423/perih-dan-perih-menjadi-pasien-kanker-yang-berobat-dengan-bpjs
[7] https://m-tribunnews-com.cdn.ampproject.org/v/s/m.tribunnews.com/amp/regional/201702/03-pasien-kanker-berobat-di-rsud-dr-soetomo-antre-hingga-6-bulan
[8] http://www.thejakartapost.com/academia/2018/04/06/qa-bpjs-kesehatan-health-for-all-indonesians.html “… BPJS has faced several hiccups in its operation. From continual deficits to discrimination faced by patients… “
[9] https://news-okezone-com/amp/2019/0827/525/2097394/pasien-bpjs-kesehatan–protes-sikap-diskriminasi -klinik-jantung-indramayu
[10] https://m.cnnindonesia.com/nasional/20170914170049-20-241765/peserta-bpjs-kesehatan-dinilai-sering-didiskriminasi
[11] https://news-okezone-com.cdn.ampproject.org/v/snews.okezone.com/amp/2019/08/27525/2097394/pasien-bpjs-kesehatan-protes-sikap-diskriminasi-klinik-jantung-di-indramayu
[12] https://m-viva-co-id.cdn.ampproject.org/1089511-pelayanan-substandar-jadi-kendala-indonesia-sehat Pengakuan seorang dokter anastesi:” Sebetulnya bukan dokter yang memberikan pelayanan di bawah standar, tapi memang aturan yang ditetapkan BPJS Kesehatan.”; “Kita (dokter) terkurung harga yang ditetapkan”.
[13] https://amp.kompas.com/regional/read/2019/09/27/22120961/gorontalo-ancam-keluar-dari-bpjs-jika-klaim-rs-belum-dibayarkan
[14] https://kompas.com/nasional/read/2019/11/02/14214651/iuran-bpjs-kesehatan-naik-idi-belum-tentu-pelayanan-naik?
[15] https://bisnis-tempo-co.cdn/1260313/bpjs-kesehatan-sudah-digunakan-pesertanya-2779-juta-kali-oleh-pesertanya
[16] https://www.tellerreport.com/news/2019-08-27—germany–“faz”–deficit-of-the-statutory-health-insurance-companies-grows
[17] https://amp.theguardian.com/society/2019/may/10/10-english-nhs-hospital-trusts-overspend-by-850m
[18] fobes.com, 1 April 2019. Britain’s Version of Medicare For All is Struggling with Long Waits for Care
[19] https://www.japantimes.cojp/news/2018/08/17/national/japans-health-insurance-sytem-remains-deficit-ridden-despite-reformasi
[20] As-Sirjani, R. Sumbangan Peradaban Islam Pada Dunia. Al Kautsar. Jakarta. 2011. Hal. 529-530.
[21] Ragheb, E. Hospital in Islamic civilization. http://en.islamstory.com/hospital-in-islamic-civilization.html
We Need Khilafah