FokusOpini

Kenyataan buruk untuk Para Janda Afghanistan

Penderitaan dan diskriminasi anak yatim Muslim harusnya menyetrum hati umat! Karena semua alasan yang ada, kaum Muslim harus mengarahkan konsentrasi mereka dari kehidupan yang mulia dan indah pada individu-individu yang tak berdaya ini, selama Allah (swt) masih memberi waktu, menjadi keharusan untuk melakukan yang terbaik untuk membela yang tertindas!


Oleh: Amanah Abed

MuslimahNews, FOKUS — Kementerian Tenaga Kerja Afghanistan, Urusan Sosial, Martir dan Penyandang Cacat (MoLSAMD) mengatakan pada tanggal 23 Juni 2019 bahwa lebih dari 500 ribu janda menetap di Afghanistan sekarang ini. 70 ribu di antara mereka adalah pencari nafkah di keluarga mereka. Sekitar 50 % dari mereka membuat kerajinan tangan dan 37% bekerja di perkantoran sebagai tukang bersih-bersih dan pembantu dapur. Para wanita ini diperlakukan secara tidak adil di tempat kerja mereka dan masih digaji rendah. Kebanyakan dari janda Afghanistan kehilangan suami mereka sebagai hasil dari perang di negara mereka yang tak berkesudahan.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menetapkan 23 Juni sebagai Hari Janda Internasional. Mereka ingin menarik perhatian dari aspirasi dan pengalaman para janda, serta melakukan penggalangan dana sebagai dukungan yang istimewa sesuai dengan apa yang mereka butuhkan. Tapi PBB justru lupa menyebutkan bahwa sebagian besar perempuan menjadi janda karena konflik bersenjata. PBB juga lupa berterima kasih kepada perang kolonial yang dipimpin oleh Amerika Serikat, para pendukung dan penolong mereka. Menurut “World Widow Report” Loomba Foundation 2015, diperkirakan ada 258 juta janda di seluruh dunia dengan 584 juta anak (termasuk anak-anak dewasa). Jumlah tersebut cenderung meningkat hingga hari ini. Lompatan terbesar terjadi di Timur Tengah dan Afrika Utara di mana perkiraan jumlah janda naik 24% antara 2010 dan 2015, karena perang Suriah dan konflik lainnya.

Para janda di seluruh dunia berjuang untuk mengurus diri sendiri dan anak-anak mereka di negara mereka sendiri, di kamp-kamp pengungsi atau negara-negara suaka. Di wilayah perang, di bumi perempuan ini mengalami kengerian sebelum mereka menjadi janda. Mereka melihat suami mereka disiksa, dimutilasi atau menderita karena perlakuan kejam dan tidak manusiawi lainnya. Janda-janda sering menjadi subyek dari kekerasan sebagai imbas dari konflik, termasuk kekerasan seksual sebagai taktik perang.

Selain masalah perempuan kehilangan suami mereka selama konflik perang, mereka terus mengalami ketidaknyamanan lainnya karena kondisi kehidupan baru dan budaya mereka yang membuat hidup mereka lebih sulit dari sebelumnya.

Baca juga:  Sri Mulyani Sebut Negara Rugi Rp22 Triliun karena Bencana, Pengamat: Penguasa Bermental Kapitalis hanya Hitung-hitungan Untung Rugi

Menurut “World Widows Report” Loomba Foundation 2015, satu dari tujuh janda di dunia (38 juta) hidup dalam kemiskinan ekstrem. Di Afghanistan, para janda miskin menarik anak-anak mereka dari sekolah, mengekspos mereka untuk eksploitasi pekerja anak, pelacuran, pernikahan paksa, perdagangan orang, dan penjualan. Sebagian besar dari janda Afghanistan buta huruf. Mereka tidak dilengkapi kemampuan yang baik untuk memperoleh pekerjaan yang tetap dan menguntungkan, selama bertahun-tahun tidak ada akses memperoleh makanan dan tempat tinggal yang memadai. Para janda Afghanistan dan anak-anak mereka sering menderita kesehatan yang buruk dan kekurangan gizi, kekurangan sarana untuk mendapatkan perawatan kesehatan yang tepat atau bentuk dukungan lainnya.

Kadang-kadang perempuan miskin ini dilabeli sebagai “orang jahat” karena mereka tidak memiliki pelindung untuk melindungi sehingga mereka mendapatkan banyak jenis kekerasan. Menurut laporan PBB 2014, lebih dari seperempat perempuan janda Afghanistan diwawancarai setelah kematian suami mereka mengalami kekerasan. Kehidupan sebagai istri menjadi sulit setelah kematian suaminya, ini menyebabkan para janda menghadapi banyak masalah mental. Tekanan mata pencaharian, membesarkan anak-anak, menikah kembali, tekanan keluarga, dan pelecehan seksual kadang-kadang menyebabkan para janda melakukan bunuh diri. Menurut penelitian Komisi Hak Asasi Manusia Afghanistan, 32% janda menderita gangguan mental dan 22% memiliki masalah fisik akut.

Di beberapa daerah di Afghanistan, seorang janda dipaksa untuk menikah dengan saudara lelaki dekatnya dari almarhum suaminya. Jika keluarga para janda dari suami tidak memiliki anak lelaki, namun janda tersebut dilarang menikah di luar rumah sang suami. Bahkan sering di daerah lain, secara budaya tidak dapat diterima jika seorang pria menikahi seorang janda atau bagi seorang janda untuk menikah lagi. Dalam banyak kasus, pria yang berniat menikahi janda tidak menerima keturunan perempuan janda tersebut sebelumnya (anak sambungnya), atau jika mereka menerima, mereka tidak memenuhi janji mereka setelah menikah dan memaksa perempuan itu untuk meninggalkan anak-anaknya.

Di sisi lain, para janda Afghanistan dihadapkan dengan hukum demokrasi yang gagal dan berisi janji-janji kosong. Pada Pasal 53 Hukum Konstitusi Afghanistan mengartikulasikan jaminan bahwa terdapat hak dan hak istimewa, serta bantuan untuk perempuan tanpa pengasuh dan anak yatim yang membutuhkan, akan dipastikan. Tetapi pada kenyataannya Afghanistan tidak memiliki kebijakan tentang janda dan tidak ada hak dan tidak ada hak istimewa bagi mereka. Jadi di seluruh dunia, jutaan janda secara rutin mengalami pelanggaran terhadap hak-hak mereka dan tidak ada yang peduli dengan masalah ini.

Baca juga:  Demonstrasi Terbaru di Kazakhstan, Rakyat Protes Hasil Pemilu

Singkatnya, saat ini tidak ada pemerintah yang dapat memberikan perlindungan nyata bagi perempuan janda yang tak berdaya. Hanya dengan Khilafah yang menerapkan Metode Kenabian dalam masyarakat Islam yang memunginkan bagi seorang janda untuk mendapatkan hak-haknya, hak-hak istimewanya dan kehormatannya secara pasti. Karena hal tersebut, merupakan kewajiban Khilafah untuk memenuhi kebutuhan semua warganya. Seorang janda dan anak-anaknya akan mendapatkan dukungan finansial, pendidikan dan kesehatan yang mereka butuhkan. Lebih jauh, Islam memberi janda dan anak-anaknya status yang tinggi di masyarakat.

Abu Hurairah (ra) berkata bahwa Nabi (saw) bersabda:
«الساعي على الأرملة والمسكين كالمجاهد في سبيل الله، وأحسبه قال: وكالقائم الذي لا يفتر، وكالصائم الذي لا يفطر»
Orang yang berusaha membantu para janda dan orang miskin sama seperti orang yang berjuang di jalan Allah.” Abu Hurairah berkata: Saya pikir Dia (saw) juga: “Saya akan menganggapnya sebagai orang yang berdiri (untuk sholat) tanpa istirahat dan sebagai orang yang menjalankan puasa terus menerus.” (Sahih al-Bukhari and Muslim)

Jadi upaya untuk melindungi seorang janda, memberi bantuan dan menjamin kesejahteraan dianggap setara dengan Jihad. Islam telah memberikan keadilan penuh dalam mendukung individu-individu yang tak berdaya bahkan bagi seluruh masyarakat dari kelas yang miskin, dengan mengangkat status mereka, dan yang melakukan tugas mulia ini diberi predikat setara dengan Mujahidun.

Ini berarti bahwa ajaran Islam berbeda dengan tradisi yang berlangsung saat ini, yang mendukung pernikahan kembali seorang janda. Seorang Muslim yang menikahi wanita janda yang renta dan tidak berkenginan untuk menemukan pemeliharaan yang paling indah di bumi, jelas akan meningkatkan kedudukannya menuju jalan ke Akhira. Selanjutnya, Islam memotivasi untuk merawat anak-anak yatim.

Abu Hurairah (ra) menyampaikan Rasulullah saw bersabda, «خَيْرُ بَيْتٍ فِي الْمُسْلِمِينَ بَيْتٌ فِيهِ يَتِيمٌ يُحْسَنُ إِلَيْهِ ، وَشَرُّ بَيْتٍ فِي الْمُسْلِمِينَ بَيْتٌ فِيهِ يَتِيمٌ يُسَاءُ إِلَيْهِ»“Rumah terbaik di kalangan umat Islam adalah di mana seorang anak yatim diperlakukan dengan baik, dan rumah terburuk di kalangan umat Islam adalah rumah di mana seorang anak yatim diperlakukan dengan buruk.

Baca juga:  Krisis Air Bersih dan Darurat Kekeringan, Buah dari Peradaban Sekuler

Abu Omamah juga menyampaikan bahwa Rasulullah (saw) menyatakan, «مَنْ مَسَحَ رَأْسَ يَتِيمٍ لَمْ يَمْسَحْهُ إِلَّا لِلَّهِ، كَانَ لَهُ بِكُلِّ شَعْرَةٍ مَرَّتْ عَلَيْهَا يَدُهُ حَسَنَاتٌ، وَمَنْ أَحْسَنَ إِلَى يَتِيمَةٍ أَوْ يَتِيمٍ عِنْدَهُ، كُنْتُ أَنَا وَهُوَ فِي الْجَنَّةِ كَهَاتَيْنِ»، وقَرنَ بَيْنَ أُصْبُعَيْهِ السَّبَّابَةِ وَالْوُسْطَى. “Siapa pun yang mengelus kepala anak yatim (dalam kasih sayang), semata-mata demi Allah, perbuatan baik akan dituliskan ke laporan amalnya untuk setiap rambut yang dilewatinya, dan siapa pun yang merawat anak yatim (laki-laki atau perempuan) dengan kebaikan dan kebaikan, dia dan aku akan dekat satu sama lain di Surga seperti dua jari ini.” Nabi (saw) memberi isyarat dengan jari-jarinya seperti yang dijelaskan di atas.

Karena itu umat seharusnya tidak hanya merasakan belas kasihan bagi para perempuan miskin ini, tetapi mereka harus sepenuhnya sadar tentang fakta bahwa perempuan-perempuan ini adalah ibu mereka, saudara perempuan dan anak perempuan mereka! Mereka seharusnya tidak menganggap sepele bahwa perang kolonial hari ini menghancurkan kehidupan mereka dengan tarif-tarif tadi bahwasanya tradisi tidak bermoral ini menurunkan kehormatan perempuan dan membuat mereka frustrasi. Penderitaan dan diskriminasi anak yatim Muslim harusnya menyetrum hati umat! Karena semua alasan yang ada, kaum Muslim harus mengarahkan konsentrasi mereka dari kehidupan yang mulia dan indah pada individu-individu yang tak berdaya ini, selama Allah (swt) masih memberi waktu, menjadi keharusan untuk melakukan yang terbaik untuk membela yang tertindas!

Kesengsaraan para perempuan janda di Afghanistan dan di seluruh dunia hanya dapat menemukan titik akhir, ketika umat bekerja sama untuk menemukan solusi yang benar dan nyata, yaitu dengan menegakkan kembali Khilafah berdasarkan Metode kenabian!

«مَنْ فَرَّجَ عَنْ أَخِيهِ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا فَرَّجَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ»

Siapa pun yang menghilangkan kesedihan duniawi dari seorang mukmin, Allah akan menghilangkan darinya salah satu kesedihan di Hari Pengadilan.” (Sahih Muslim)[]

Penerjemah : Ummy Kalsum Hasbie

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *