FokusOpini

WCU dan RI 4.0 Bukanlah Solusi, Pendidikan Tinggi Butuh Kepemimpinan Khilafah

Kepemimpinan Khilafah sebagai pelaksana syari’ah Islam secara kaafah, terutama sistem politik dan sistem ekonomi Islam, merupakan kunci kesuksesan dalam memampukan pendidikan tinggi berfungsi mewujudkan tujuan-tujuan vitalnya.


Oleh: Rini Syafri (Doktor Biomedik, Pengamat Kebijakan Publik)

MuslimahNews, FOKUS — Pemerintah masih saja berambisi mewujudkan agenda WCU (World Class University) dan Revolusi Industri 4.0, meski banyak insan akademik yang menyoal urgensi agenda keduanya karena berbagai dampak negatif yang begitu nyata. Seperti biaya pendidikan yang semakin mahal, dominasi asing terhadap pemanfaatan riset dan teknologi di samping ancaman gelombang pengangguran terdidik. Hasrat mencapai 500 peringkat WCU untuk kesekian kalinya kembali dinyatakan Menristekdikti, yaitu pada peringatan hari pendidikan nasional 2 Mei 2019. Ia menegaskan, “Jumlah penelitian dan publikasi ilmiah di tingkat nasional maupun internasional harus diperbanyak. Prestasi mahasiswa di tingkat internasional harus ditingkatkan ini agar masuk dalam rangking 500 universitas terbaik dunia.” (JPNN)

Pada kesempatan yang sama juga ditegaskan untuk kesekian kali pentingnya agenda RI 4.0 direalisasikan, sebagaimana dinyatakan, ”Online education, Massive Open Online Courses (MOOCs) hingga cyber university merupakan ciri pembelajaran di era digital. Perguruan tinggi telah mulai menyediakan berbagai mata kuliah baru seperti big data, data analytics, dan entrepreneurship.” (Ristekdikti)

Disfungsi Pendidikkan Tinggi

Solusi ketertinggalan pendidikan tinggi, riset dan SDM (Sumber Daya Manusia) Indonesia di mata Internasional merupakan alasan pemerintah berkonsentrasi pada agenda Pendidikan Tinggi Kelas Dunia / World Class University (WCU) dan agenda RI 4.0. Hasilnya, tidak saja pendidikan tinggi semakin mahal. Bahkan, berakibat disfungsi pendidikan tinggi dari berbagai tujuan vitalnya. Pendidikan tinggi hari ini dimanipulasi sebagai mesin penggerak industrialisasi kapitalisme global, pencetak buruh terdidik dan pemasok riset untuk industrialisasi teknologi.

Tidak semata berbicara kemajuan sain dan teknologi, agenda WCU maupun RI 4.0 sarat dengan muatan paradigma sekuler kapitalistik, khususnya tentang ilmu, manusia dan fungsi negara. Yang dalam pandangan barat ilmu harus disterilkan dari wahyu dan difungsikan sebagai faktor produksi bagi pertumbuhan ekonomi. Sementara manusia tidak lebih sebagai faktor produksi dan konsumen. Sementara fungsi pemerintah adalah regulator yang memudahkan terwujudnya kepentingan-kepentingan korporasi.

Karenanya, kurikulum direvisi untuk mempersiapkan insan akademik Muslim (Mahasiswa, dosen, peneliti) berketerampilan, berkeahlian teapi dengan budaya, karakter dan mental sekuler kapitalisme. Kesuksesan diukur dari gelar akademik dan diterima bekerja pada perusahaan atau menciptakan lapangan kerja. Islam diposisikan sebagai agama dalam pandangan barat, yang hanya mengatur aspek ibadah seperti salat, puasa, zakat dan haji.

Di saat bersamaan tidak peduli pada aspek pengaturan urusan kehidupan yang dituntut Islam termasuk pengaturan pendidikan tinggi dan riset. Perasaan dan pemikiran merekapun terpisah dari umat, dan dedikasipun diperuntukan untuk korporasi dan agenda hegemoni. Bukan untuk Islam, kaum muslimin dan peradaban Islam yang mulia dan memuliakan. Inilah makna pengembangan SDM kompetitive, inovative dan berkarakter yang dikehendaki agenda hegemoni Sustainable Development Goals (SDGs).

Baca juga:  Perjuangan Intelektual dan Politik

Pendidikan Tinggi Mesin Industrialisasi Kapitalisme

Demi target meraih peringkat 500 WCU, pendidikan tinggi didorong meningkatkan aktivitas riset. Hanya saja dengan arah dan peta riset sesuai kepentingan barat. Didikte melalui penetapan kriteria yang dapat dimuat pada jurnal internasional terindeks barat, maupun dilihat dari dapat tidaknya riset dihilirisasi (baca:dikomersialisasi) dalam wujud perusahaan pemula (startup). Pada faktanya inilah yang dimaksudkan oleh kriteria penilaian WCU tentang riset, misal versi Times Higher Education Supplement (THES) yang dimuat pada laman www.timeshighereducation.co.uk. Dan agar riset-riset tersebut berwujud teknologi yang siap dimanfaatkan korporasi, harus diadakan Pusat Unggulan Inovasi, dan Science Techno Park (STP)/ Kawasan Sain dan Teknologi KST) ) sebagai penghasil perusahaan pemula (starup). Ini terutama pada sebelas Universitas yang dijadikan kandidat WCU, seperti Institut Teknologi Bandung, Institut Pertanian Bogor dan Universitas Indonesia beserta delapan Universitas kandidat WCU lainnya.

Hingga saat ini Kemenristekdikti berhasil mewujudkan 18 STP dari 100 yang ditargetkan melalui program RISET Pro (Research and Innovation in Science and Technology Project), dengan pendanaan Bank Dunia berdasarkan Loan IBRO No. 8245-ID.(Ristekdikti)

Kucuran dana Bank Dunia dalam proyek STP semakin meyakinkan kepetingan korporasi terhadap agenda WCU dan RI 4.0. Juga, pada tahun 2019 ditergetkan dihasilkan 1000 startup (perusaan pemula). Sekali lagi, semua itu dipersembahkan untuk pasar (baca: korporat) dunia, sebagaimana diitegaskan Menristekdikti, “Inovasi juga menjadi hal yang penting dalam pengembangan pendidikan tinggi. Karena hasil riset berbagai ilmu harus diaplikasikan ke industri dan masyarakat, untuk dikomersialkan, serta harus memenuhi kebutuhan pasar dunia.”(Ristekdikti)

Penting dicatat starup merupakan cara murah dan mudah Multi National Corporation (MNC) mendapatkan teknologi terkini untuk memenangkan pertarungan bisnis era disrupsi. Ditegaskan, Start-ups are a key part of the innovation economy in areas that are struggling with slow growth/ start-up adalah bagian penting ekonomi inovasi pada area yang berjuang dengan pertumbuhan lambat (Collaboration between start ups- and corporation A…-WEF. PDF. www3.Weforum.org).

Karenanya tidak heran perburuan start up yang gencar dilakukan melalui kolaborasi riset hingga penawaran investasi. Sebut saja yang dilakukan Mosanto MNC milik AS yang bergerak dibidang bioteknologi, raksasa farmasi Pfizer yang bermarkas di New York City, Bayer raksasa industri farmasi milik AS, Exxon Mobile korporasi yang bergerak di bidang migas milik AS, dan Intel MNC berpusat di AS yang terkenal dengan rancangan dan produksi mikroprosesor.

Sementara itu, pemanfaatan teknologi RI 4.0 yang dirancang di atas paradigma kapitalisme menjadi sarana efektif kesuksesan berbagai agenda hegemoni barat terkini termasuk WCU . Baik teknologi Artificial Intelligence (AI)/Kecerdasan buatan, Internet of Things (IoT)/ segala internet, angkutan tanpa pengemudi, dan editing gen, serta nano material.

Terlalu banyak bukti bahwa sain dan teknologi ketika dalam kekuasaan korporasi hanya berujung nestapa bagi umat manusia, terutama ketika berbagai hajat hidup umat manusia berada dalam kekuasaan korporasi sebagaimana saat ini. Misal, riset dan teknologi bioteknologi pertanian di tangan Mosanto dan Dupon hanya berujung pada penderitaan jutaan petani dan krisis pangan ditengah kelimpahan produksi pertanian, yang juga bisa disaksikan di Indonesia hari ini. Dominasi riset dan teknologi obat-obatan dan farmasi di tangan sejumlah MNC Farmasi mengakibatkan jutaan jiwa tidak tertolong di ruang perawatan rumah sakit. Dan contoh terkini yang dirasakan publik Indonesia adalah mahalnya harga tiket pesawat menjadi penghalangi publik mengkases kemajuan teknologi angkutan moda transportasi udara pesawat terbang.

Baca juga:  Kampus Dicap Terpapar Radikalisme oleh Said Aqil Siraj, Nida Saadah: Justru Kampus Bahaya karena Cengkeraman Korporasi dan Peradaban Sekuler Barat

Alih-alih menjadi pendidikan tinggi terbaik, WCU dan RI 4.0 pada kenyataannya hanya mengantarkan pada kemajuan semu, sementara insan akademik hidup dalam kemuliaan palsu. Dan kesejahteraan semakin jauh dari kenyataan. Inilah buah pahit kepemimpin rezim neolib dengan sistem politik demokrasi dan sistem ekonomi kapitalismenya.

Butuh Kepemimpinan Khilafah

Pendidikan tinggi dalam pandangan Islam merupakan puncak pencapaian penanaman dan penjagaan tsaqafah Islam, di samping puncak pencapaian penguasaan sain dan teknologi terkini. Karenannya, arah dan tujuan pendidikan tinggi merupakan arah dan penentu tujuan pendidikan secara keseluruhan. Di samping itu, pendidikan tinggi memiliki fungsi vital dan mulia yang harus diwujudkan. Semua ini, erat kaitannya dengan sekumpulan paradigma Islam tentang pendidikan tinggi, khusunya tentang ilmu, manusia dan fungsi negara.

Paradigma Sahih

Ilmu dalam pandangan Islam tidak dapat dipisahkan dari wahyu. Bahkan, wahyu merupakan aspek sentral dan pemilik otoritas tertinggi termasuk pada kebenaran-kebenaran ilmiah (sain). Sebab Allah subhanahuwata’ala-lah sumber segala sumber ilmu, sebagaimana ditegaskan dalam Alquran Surat Al Baqarah, Ayat 31, yang artinya, “Dan Dia ajarkan kepada Adam nama-nama (benda semuanya...”; terlebih lagi Allah Subhanahawata’ala adalah zat Yang Mahatahu, dan pengetahuan manusia amatlah sedikit, sebagaimana ditegaskan dalam Alquran, surat Al-Isra, Ayat 85 , yang artinya, “Tidaklah kalian diberi ilmu kecuali hanya sedikit”.

Di samping kebutuhan pokok ilmu memiliki fungsi penting bagi kehidupan manusia, sampai-sampai diibaratkan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa ahlihi wassalaam seperti air hujan dalam kehidupan melalui lisannnya yang mulia, yang artinya, “Perumpamaan petunjuk dan ilmu yang dengannya aku diutus Allah, seperti air hujan yang menyirami bumi,..” (HR Bukahri dari Abu Musa).

Manusia adalah makhluk ciptaan Allah Subhanahuwata’ala dan yang dimuliakan. Baik karena memiliki bentuk fisik yang indah, maupun karena dianugerahi akal pikiran. Allah subhanahuwata’ala berfirman dalam Alquran Surat Al Isra, Ayat 70 yang artinya, “Sesungguhnya Kami memuliakan anak cucu Adam (manusia)..”

Sementara negara, yakni Khilafah merupakan satu-satunya metode pelaksanaan paradigma Islam tersebut. Yang didefiniskan Syaikhul Islam Taqiyyudin An Nabhani rahimahullah dalam kitab Syakhshiyyah jilid dua sebagai berikut, “Khilafah adalah kepemimpinan umum bagi seluruh kaum Muslimin di dunia untuk penegakan hukum-hukum Islam, dan pengembanan dakwah Islam ke seluruh alam.”

Normalisasi Fungsi Pendidikan Tinggi

Kepemimpinan Khilafah sebagai pelaksana syari’ah Islam secara kaafah, terutama sistem politik dan sistem ekonomi Islam, merupakan kunci kesuksesan dalam memampukan pendidikan tinggi berfungsi mewujudkan tujuan-tujuan vitalnya. Khususnya pada aspek kurikulum yang berlandaskan pada akidah Islam, pembiayaan berbasis baitul mal dengan anggaran mutlak, arah dan perta riset berbasis politik dalam dan luar negeri, dan politik industri berbasis industri berat. Di samping dukungan sejumlah strategi bagi penguasaan tercepat sain teknologi terkini, dengan berbasis pada politik dalam dan luar negeri negara Khilafah.

Baca juga:  Dunia Intelektual Terbungkam Label Radikalisasi

Di antara fungsi terpenting pendidikan tinggi adalah bertujuan memperkuat kepribadian Islam para Mahasiswa sehingga mereka menjadi para pemimpin, penjaga dan pelayan berbagai persoalan umat. Seperti, memastikan pelaksanaan Islam sebagai way of life, mengoreksi kepemimpinan, mengemban dakwah, dan menghadapi ancaman-ancaman yang membahayakan eksistensi dan persatuan umat.

Fungsi penting berikutnya adalah penghasil berbagai gugus tugas pengurus kepentingan-kepentingan vital umat dengan paradigma yang sahih. Seperti menjamin pemenuhan kebutuhan pangan, air bersih, perumahan, keamanan, dan kesehatan secara kuantitas tanpa mengabaikan aspek kualitas. Di samping itu, pendidikan tinggi juga berfungsi menghasilkan secara memadai para dokter, insinyur, guru, perawat dan berbagai profesi lain untuk mengurusi urusan umat termasuk para paakar penyusun program jangka pendek dan jangka panjang.

Demikian pula, tujuan sebagai penghasil riset dasar dan terapan terkini pada berbagai aspek kehidupan seperti kesehatan, pertanian, industri, dan keamanan. Sehingga negara mandiri dalam mengelola urusan dalam dan luar negerinya. Di samping adanya koreksi total terhadap pemanfaatan teknologi digital, segala internet, kecerdasan buatan, angkutan tanpa pengemudi. Agar semua kemajuan teknologi tersebut memberikan dukungan sepenuhnya untuk kesejahteraan, kemuliaan insan dan kemudahan dalam melakukan keta’atan kepada Allah subhanahuwata’ala.

Di bawah kepemimpinan Khilafah, setiap individu publik dapat mengakses pendidikan tinggi berkualitas terbaik secara mudah dengan biaya murah bahkan cuma-cuma. Di bawah kepemimpinan Khilafah pendidikan tinggi dan riset di negeri ini beserta negeri-negeri Muslim lainnya akan menjadi mercusuar yang mencerdaskan dan menyejahterakan dunia, mengungguli pendidikan tinggi dan riset negara-negara kafir di barat dan di timur dalam segala aspek. Sementara para insan akademik benar-benar berada dalam kemuliaan yang Allah janjikan, “..niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberap derajat…”. (Terjemahan Alquran Surat Al Mujadalah, Ayat 11)

Semua ini benar-benar terjadi selama puluhan abad, sebagaimana diabadikan oleh tinta emas sejarah. Negeri-negeri Islam adalah satu-satunya pusat perhatian para cendikiawan dan kaum terpelajar. Pendidikan tinggi seperti yang terdapat di Cordova, Kairo, Bagdad, Damaskus, Iskandariah memiliki pengaruh yang amat besar dalam menentukan arah pendidikan dunia (An Nabhani, T. Nidzamul Islam. Hizbut Tahrir. 2001). Sungguh masa keemasan itu akan berulang, Khilafah akan kembali menjadi pemimpin dunia dalam waktu dekat, insyaa Allah. “Barangsiapa yang menghendaki kemuliaan, maka bagi Allah-lah kemuliaan itu semuanya.” (Terjemahan Alquran Surat Al Fatir, ayat :10)[]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *