Nafsiyah

Azab atas Orang Kafir pada Hari Kiamat

Oleh: Ust. Rokhmat S Labib, MEI

(Tafsir QS ‘al-Mursalat [77]: 35-40)

هَٰذَا يَوۡمُ لَا يَنطِقُونَ * وَلَا يُؤۡذَنُ لَهُمۡ فَيَعۡتَذِرُونَ * وَيۡلٞ يَوۡمَئِذٖ لِّلۡمُكَذِّبِينَ * هَٰذَا يَوۡمُ ٱلۡفَصۡلِۖ جَمَعۡنَٰكُمۡ وَٱلۡأَوَّلِينَ * فَإِن كَانَ لَكُمۡ كَيۡدٞ فَكِيدُونِ * وَيۡلٞ يَوۡمَئِذٖ لِّلۡمُكَذِّبِينَ *

(Inilah hari yang (di dalamnya) mereka tidak dapat berbicara dan tidak diizinkan meminta uzur sehingga mereka (dapat) meminta uzur. Kecelakaan besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan. Inilah hari keputusan. (Pada hari ini) Kami mengumpulkan kalian dan orang-orang terdahulu. Jika kalian mempunyai tipudaya, lakukanlah tipudaya kalian itu terhadap-Ku. Kecelakaan besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan (QS al-Mursalat [77]: 35-40).


MuslimahNews.com — Allah SWT berfirman: Hâdzâ yawm lâ yantiqûn (Inilah hari yang [di dalamnya] mereka tidak dapat berbicara). Ayat ini memberitakan suatu peristiwa yang akan dialami oleh kaum kafir pada Hari Kiamat. Menurut Ibnu Jarir al-Thabari, mereka adalah orang-orang yang mendustakan pahala Allah SWT dan siksa-Nya.[1]

Maksud kata hâdzâ dalam ayat ini adalah Hari Kiamat.[2] Diberitakan pada hari itu mereka: lâ yanthiqûna. Artinya, lâ yatakallamûna (tidak dapat berbicara).[3] Menurut Wahbah az-Zuhaili, itu disebabkan karena dahsyatnya apa yang mereka lihat, juga karena kebingungan dan keterjutan mereka atas apa yang menimpa mereka.[4]

Abu Utsman berkata, “Ketakutan itu disertai dengan rasa hormat dan rasa malu atas dosa-dosa telah membungkam mereka.”[5]

Kemudian dilanjutkan: Walâ yu’dzanu lahum fa ya’tadzirûn (dan mereka tidak diizinkan meminta uzur sehingga mereka [dapat] meminta uzur).

Selain tidak bisa berbicara, mereka juga tidak diberi izin untuk menyampaikan alasan yang membenarkan mereka. Menurut Ibnu Katsir, mereka tidak mampu berbicara dan tidak diizinkan mengungkapkan alasan mereka. Bahkan hujjah atas mereka (yakni yang menyalahkan mereka, red.) telah ditegakkan. Keputusan Tuhan pun telah ditetapkan atas diri mereka karena perbuatan zalim mereka sehingga mereka tidak dapat berbicara.[6] (Lihat juga: QS al-Taubah [9]: 66; QS al-Tahrim [66]: 7).

Mereka memang tidak memiliki uzur atau alasan yang membenarkan mereka. Sebabnya, peringatan dan ancaman telah disampaikan kepada mereka semasa di dunia sehingga mereka tidak lagi memiliki lagi alasan di akhirat. Demikian menurut al-Khazin.[7]

Al-Junaid berkata, “Uzur atau alasan apa yang dapat disampaikan oleh orang yang berpaling dari Tuhan yang memberikan nikmat, mengkufuri-Nya, dan mengikari pemberian dan nikmat-nikmat-Nya?”[8]

Barangkali ada yang bertanya, bukankah terdapat dalam beberapa ayat yang memberitakan bahwa pada Hari Kiamat kelak mereka juga berbicara? Di antara ayatnya: QS Thaha [20]: 108; QS al-Shaffat [37]: 27; QS al-An’am [6]: 23; juga beberapa ayat lainnya. Semuanya mengabarkan bahwa orang-orang kafir pada Hari Kiamat itu bisa bicara. Setidaknya, ada dua penjelasan tentang hal ini. Pertama: Perkataan yang dimaksud ayat ini adalah hujjah yang bermanfaat bagi mereka.[9] Artinya, mereka tidak bisa menyampaikan hujjah atau alasan yang benar dan menguntungkan mereka. Berbicara yang tidak bermanfaat seperti tidak berbicara.[10]

Baca juga:  Jalan Lurus (Tafsir Surah al-Fatihah: 6-7) Bagian 2/2

Al-Hasan berkata, “Di dalamnya terhadap hal yang tidak ditampakkan. Diperkirakan kalimatnya adalah: Pada hari ini mereka tidak bisa berbicara yang mengandung hujjah dan mereka tidak diizinkan menyampaikan alasan. Sebabnya, mereka memang tidak memiliki alasan yang benar dan jawaban yang lurus terhap perbuatan mereka. Jika mereka tidak berkata dengan hujjah yang benar dan perkataan yang lurus, maka seolah-olah mereka tidak bisa berbicara. Orang yang tidak bisa bicara dengan perkataan yang bermanfaat seolah-olah dia tidak bisa berbicara.”[11]

Kedua: Peristiwa ini terjadi pada suatu waktu dan tempat tertentu pada Hari Kiamat. Tidak di semua waktu dan tempat. Patut dicatat, rentang waktu Hari Kiamat itu amat panjang. Dalam QS al-Hajj [22]: 47, misalnya, diberitakan bahwa satu hari di sisi Allah SWT sama dengan seribu tahun. Dapat dipahani bahwa dalam rentang waktu yang amat panjang itu terjadi berbagai peristiwa dalam episode yang berbeda. Ada waktu yang mereka dilarang bicara. Ada juga saat mereka boleh bicara. Nah, ayat ini memberitakan salah satu episode pada Hari Kiamat ketika mereka tidak boleh bicara.

Imam al-Qurthubi berkata, “Ini adalah salah satu waktu yang mereka tidak dapat bicara dan tidak diizinkan untuk meminta uzur dan mungkir.”[12]

Ibnu Jarir ath-Thabari berkata, “Allah SWT memberitakan bahwa mereka tidak bisa berbicara pada hari itu pada waktu tertentu. Bukan tidak berbicara sama sekali di seluruh waktu pada hari itu.”[13]

Menurut ath-Thabari , pengertian ini ditunjukan pada idhâfah (penyandaran) kata yawm (hari) pada kata lâ yantiqûn (tidak berbicara). Orang Arab tidak menyandarkan kata yawm (hari) pada kata yang berwazan fa’ala-yaf’ilu kecuali untuk menujukkan suatu saat dan waktu tertentu dari hari itu.[14]

Menurut Ibnu Katsir, di Padang Mahsyar keadaan bermacam-macam. Adakalanya Allah SWT menceritakan suatu keadaan dan adakalanya menceritakan keadaan lainnya. Hal ini untuk menunjukkan kerasnya kengerian dan keguncangan yang terjadi di Padang Mahsyar pada hari itu.[15]

Kemudian Allah SWT berfirman: Wayl[un] yawma’idz[in] li al-mukadzdzibîn (Kecelakaan besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan).

Inilah yang akan dialami orang-orang yang mendustakan. Mereka akan mendapatkan kecelakaan besar pada hari itu. Tidak kuasanya mereka berbicara dan menyampaikan alasan pada hari itu menjadi penanda jelas nasib mereka berikutnya. Mereka akan mendapatkan hukuman yang besar karena pendustaan yang mereka lakukan. Ibnu Jarir al-Thabari berkata, “Allah SWT mengabarkan kaum tersebut dan apa yang menimpa mereka pada Hari Kiamat.”[16]

Baca juga:  Kewajiban Menyampaikan Peringatan

Allah SWT berfirman: Hâdzâ yawm al-fashli jama’nâ kum wa al-awwalîn (Inilah hari keputusan. [Pada hari ini] Kami mengumpulkan kalian dan orang-orang terdahulu).

Ini merupakan khithâb atau seruan dari Tuhan Yang Maha Pencipta kepada hamba-hamba-Nya.[17] Dikatakan kepada mereka bahwa Dia mengumpulkan mereka dengan kekuasaan-Nya dalam suatu lapangan yang amat luas. Suara penyeru terdengar oleh mereka dan terlihat oleh mata.[18]

Diberitakan bahwa hari itu adalah yawm al-fashl (hari keputusan). Menurut Imam al-Qurthubi, Dia memberi keputusan di antara makhluk sehingga jelas pelaku kebenaran dan kebatilan.[19] Menurut Ibnu Abbas, Allah SWT mengumpulkan orang-orang yang mendustakan Nabi Muhammad Saw. dan orang-orang sebelum mereka.[20]

Ketika keputusan telah ditetapkan, manusia sama sekali tidak bisa mengelak dan menghindar. Siapa pun yang diputuskan masuk neraka, tidak ada seorang pun yang bisa menolak dan mengelak dari keputusan tersebut.

Kemudian dilanjutkan: Fa in kâna lakum kayd[un] fa kîdûn (Jika kamu mempunyai tipudaya, lakukanlah tipudayamu itu terhadap-Ku).

Kepada mereka dikatakan jika mereka memiliki cara untuk menolak azab itu, lakukanlah dan berupayalah.[21] Imam al-Qurthubi berkata, “Artinya, hîlah (taktik, tipudaya) untuk melepaskan diri dari kebinasaan. Fa kîdûna artinya: maka lakukanlah taktik atau tipudaya untuk menyelamatkan diri kalian dan lawanlah Aku. Akan tetapi, kalian tidak akan menemukan taktik atau tipudaya itu.”[22]

Itu mustahil mereka lakukan. Oleh karena itu, ini merupakan taqrî’ (penghinaan) terhadap mereka atas tipudaya mereka kepada orang-orang Mukmin ketika di dunia dan untuk menunjukkan kelemahan mereka.[23]

Penjelasan yang sama juga dikemukakan oleh Ibnu Katsir. Mufassir berkata: Ini merupakan ancaman yang keras dan peringatan yang sangat tegas. Dengan kata lain, jika kalian mempunyai kemampuan untuk dapat melepaskan diri dari genggaman kekuasaan-Ku dan menyelamatkan diri dari hukum-Ku, maka lakukanlah. Sungguh kalian tidak akan mampu melakukan itu. Ini seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:

يَٰمَعۡشَرَ ٱلۡجِنِّ وَٱلۡإِنسِ إِنِ ٱسۡتَطَعۡتُمۡ أَن تَنفُذُواْ مِنۡ أَقۡطَارِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ فَٱنفُذُواْۚ لَا تَنفُذُونَ إِلَّا بِسُلۡطَٰنٖ

Hai golongan jin dan manusia, jika kalian sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah. Kalian tidak dapat menembusnya melainkan dengan kekuatan (QS ar-Rahman [55]: 33).

Allah SWT pun telah berfirman:

وَلَا تَضُرُّونَهُۥ شَيۡ‍ًٔاۚ

Kalian tidak dapat membuat madarat kepada-Nya sedikitpun (Hud [11]: 57).

Di dalam sebuah hadis disebutkan:

يَا عِبَادِي إِنَّكُمْ لَنْ تَبْلُغُوا نَفْعِي فَتَنْفَعُونِي وَلَنْ تَبْلُغُوا ضُرِّي فَتَضُرُّوْنِي

Baca juga:  Islam Rahmatan lil 'Alamin: Buah Tegaknya Akidah dan Syariah

Hai hamba-hamba-Ku, sungguh kalian tidak akan dapat berbuat sesuatu yang memberi manfaat kepada-Ku dan tidak akan pula dapat berbuat sesuatu yang menimpakan madarat terhadap-Ku.[24]

Kemudian Allah SWT:

وَيۡلٞ يَوۡمَئِذٖ لِّلۡمُكَذِّبِينَ

Kecelakaan besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan.

Artinya, azab pada Hari Kiamat itu ditimpakan kepada orang yang mendustakan Allah SWT, para rasul-Nya, kitab-kitab-Nya dan Hari Kiamat. Tidak ada celah bagi mereka untuk melepaskan dari azab tersebut. Demikian menurut Wahbah al-Zuhaili.[25]

Beberapa Pelajaran Penting

Pertama: Kaum kafir tidak bisa berbicara. Seandainya bisa, perkataan mereka sama sekali tidak bermanfaat bagi mereka. Mereka pun sama sekali tidak memiliki argumentasi yang dapat membenarkan mereka.

Ini merupakan peringatan penting bagi manusia. Ketika masih di dunia, manusia bisa saja seribu alasan menolak petunjuk dan risalah dari Allah SWT. Mereka bisa menyampaikan berbagai alasan dan argumentasi yang membenarkan mereka. Bahkan mereka bisa mencela, menghina dan mencerca. Ayat ini pun menegaskan bahwa itu tidak akan bisa mereka lakukan pada Hari Kiamat. Jangankan membuat alasan, berkata-kata saja pun tidak bisa.

Kedua: Hari Kiamat adalah hari keputusan. Menurut para ulama, pada Hari Kiamat itu Allah SWT memutuskan perkara di antara semua makhluk-Nya.

Telah maklum, ketika manusia bergaul dan bertemu dengan sesamanya, sangat mungkin terjadi perselesihan di antara mereka. Sebagian menzalimi sebagian lainnya. Mereka pun berselisih dalam banyak persoalan. Menurut ayat di atas, pada hari itulah Allah Zat Yang Mahaadil akan memutuskan semua perkara yang terjadi di antara sesama makhluk-Nya. Oleh karena itu, mereka semua dikumpulkan, baik orang-orang terdahulu maupun yang belakangan (Tentang Hari Kiamat sebagai hari keputusan, lihat juga antara lain: QS al-Shaffat [37]: 21; QS al-Dukhan [44]: 40; QS al-Sajdah [32]: 25; QS al-Hajj [22]: 18).

Ketiga: Tidak ada seorang pun yang bisa melepaskan dari siksaan Allah SWT. Hal ini juga ditegaskan dalam ayat ini. Jika di dunia mereka bisa membuat berbagai taktik dan tipudaya untuk menolak hukum Allah SWT, bahkan menghalangi dan memusuhi, niscaya mereka tidak akan bisa melakukan itu di akhirat. Jangankan berhasil, melakukan saja tidak akan berdaya.

Menjelaskan ayat ini, Abdurrahman as-Sa’di berkata, “Pada hari itu semua tipudaya orang-orang zalim, semua makar mereka lenyap, dan mereka pasrah menerima azab. Allah SWT menjelaskan kedustaan mereka kepada mereka.”[26]

Mereka justru akan mendapatkan kecelakaan besar karena mendustakan Allah SWT, para rasul-Nya dan Hari Kiamat. Semua itu adalah balasan yang setimpal atas semua pengingkaran dan pendustaan mereka. WalLâh a’lam bi ash-shawâb.[]

Sumber:
https://alwaie.id/2018/08/23/azab-atas-orang-kafir-pada-hari-kiamat/

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *