Harga BBM tak Seharusnya Naik
MuslimahNews, KOMPOL — Pemerintah melalui PT Pertamina (Persero) pada 10 Oktober 2018, kembali menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) khususnya untuk Pertamax Series, Dex Series, dan Biosolar Non PSO (Republika, 10/10/18). Tak tanggung-tanggung, selama tahun 2018 ini saja Pemerintah tercatat telah menaikkan harga pertamax hingga empat kali yaitu 13 Januari, 24 Februari, 1 Juli, dan 10 Oktober 2018 (DetikFinance,10/10/18).
Alasan utama yang selalu disampaikan pihak pemerintah adalah akibat adanya kenaikan harga minyak dunia sebagaimana yang diungkapan oleh Vice President Corporate Communication Pertamina Adiatma Sardjito.
Komentar Politik:
Meski kenaikan BBM subsidi (premium) dianulir, namun kenaikan harga pertamax tetap berdampak luas. Pasalnya premium semakin langka di pasaran dan kualitasnya rendah. Mau tak mau harus membeli pertamax yang harga terus naik dan mahal. Sehingga dapat dipastikan setiap kali kenaikan harga pertamax, membuat beban rakyat semakin berat apalagi di tengah harga kebutuhan pokok yang lain terus meningkat.
Terus meningkatnya harga BBM tak terlepas dari buruknya tata kelola dan politik energi rezim neolib yang ditopang oleh sistem sekuler. Sistem ini telah memosisikan negara hanya sebagai regulator sekadar penjaga dari kegagalan pasar.
Akibatnya, semua hajat hidup publik, termasuk BBM, dikelola dalam kaca mata bisnis dengan menyerahkan pada mekanisme pasar. Sebagaimana dikukuhkan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak Dan Gas Bumi. Fatal, sebagian besar ladang minyak bumi dikelola oleh pihak swasta terutama asing.
Di samping itu PT Pertamina semakin jauh dari fungsinya, yang semestinya berfungsi sosial justru hanya berorientasi bisnis. Terbukti saat ini Indonesia menjadi salah satu negara net importir di tengah berlimpahnya sumber daya minyak. Bahkan minyak mentah yang digali dari perut bumi Indonesia harus dibeli dengan harga yang ditentukan New York Mercantile Exchange (NYMEX).
Lebih miris lagi meski pemerintah mengaku menyubsidi rakyat dari jualan BBM ternyata malah untung besar. Sebagaimana yang disampaikan oleh Kwik Kian Gie pada Indonesia Business Forum, TV One.
Menurut Kwik, pada laporan audit keuangan APBN 2017 pemerintah meraih surplus (keuntungan) lebih dari 235 T dalam bisnis BBM dan elpiji. Sehingga dari pernyataan itu dapat kita pahami bahwa mahal dan terus meningkatnya harga BBM bukan karena Indonesia kekurangan sumber daya minyak akan tetapi terletak pada visi rezim dan tata kelola minyak yang kapitalistik.
Islam sebagai ajaran yang sempurna yang berasal dari Allah SWT, Tuhan Semesta Alam telah mengatur bagaimana tata kelola sumber daya alam yang menjadi hajat hidup publik seperti minyak bumi. BBM dalam pandangan Islam merupakan harta milik umum sebagaimana sabda Rasulullah Saw., “Kaum Muslimin bersekutu dalam tiga perkara: air, rumput dan api”(HR Abu Daud).
Pengelolaanya wajib dilakukan secara langsung oleh Khalifah sebagai kepala negara yang berfungsi sebagai pelindung dan pelayan masyarakat.
“Sesungguhanya al-Imam (Khalifah) itu perisai, di mana (orang-orang berlindung dibelakangnya” (HR Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Daud). Dengan alasan apapun pemerintah tidak boleh menyerahkan pengelolaannya kepada pihak swasta apalagi asing. Sehingga dapat dipastikan harga BBM murah bahkan gratis dan mudah diakses oleh seluruh rakyat.[]MK