Menakar Hati Nurani Penguasa

MuslimahNews, EDITORIAL — Entah apa yang ada dalam pikiran para penguasa negeri ini. Di saat rakyat menderita karena kehidupan yang makin sulit termasuk akibat bencana yang datang bertubi-tubi, berbagai perhelatan akbar berbiaya fantastis justru digelar hanya demi menjaga citra.

Setidaknya ada 2 perhelatan akbar yang sedang dan akan berlangsung dalam waktu dekat ini. Pertama, Asean Games yang berbiaya 30 T. Kedua, Forum Global IMF dan World Bank di Nusa Dua Bali yang berbiaya 810 M. Dan ini belum termasuk biaya shooting film aksi motor Jokowi untuk pembukaan Asian Games berdurasi 30 menit yang biayanya tak kurang dari 55 M.

Mari bandingkan dengan jumlah kucuran dana dan keseriusan yang dialokasikan pemerintah untuk bencana Lombok dan lainnya. Menurut Setkab Pramono Anung, dana yang disiapkan untuk tanggap darurat Lombok bukan 38 M sebagaimana banyak diberitakan, tapi sebesar 4 T. Dan itu menurutnya sudah sangat besar.

Menanggapi berbagai kritik masyarakatpun, pemerintah nampak selalu bersikap defensif apologetik. Selama ini pemerintah merasa sudah all out dalam membantu korban bencana Lombok yang menelan korban jiwa 548 orang, ribuan luka-luka, ratusan ribu mengungsi, serta puluhan ribu rumah dan fasum rusak berat. Namun untuk menetapkan status bencana nasionalpun alotnya luar biasa. Para pejabatnya berdalih, negara akan rugi karena penetapan status ini akan berdampak buruk pada sektor pariwisata nasional.

Nampak jelas, cara berhitung penguasa berbeda dengan apa yang diharapkan rakyatnya. Penguasa seolah menutup mata akan fakta, bahwa masih banyak korban bencana gempa yang belum tersentuh bantuan dan tak jelas masa depannya. Bahkan sebagaimana luas diberitakan, masih ada di antara mereka yang terpaksa mengkonsumsi sabut kelapa dan dedaunan demi menahan lapar.

Di saat yang sama, tak sedikit masyarakat di luar Lombok yang juga tengah menghadapi kondisi sulit dan belum tersentuh kebijakan strategis penguasa. Minggu-minggu terakhir ini, di tengah segala upaya pencitraan jelang pemilihan, banyak diberitakan soal bencana kekeringan yang menimpa berbagai wilayah di Indonesia.

Baca juga:  Larangan Membenarkan dan Membantu Pemimpin yang Dusta dan Zalim

Tak hanya puluhan, bahkan ratusan ribu hektar sawah terancam gagal panen akibat kekurangan air. Dan untuk kebutuhan konsumsi sehari-haripun rakyat harus susah payah untuk mendapatkan air bersih. Hingga diberitakan, sudah ada di antara mereka yang terpaksa mengkonsumsi air tak layak minum. Itupun hrs mereka ambil dengan jarak tempuh yang cukup jauh. (detik.com)

Apa yang dipertontonkan oleh para penguasa jelas merupakan bentuk kelalaian, bahkan kezaliman yang luar biasa. Terlebih selama ini, berbagai bentuk bencana yang terjadi hanya dianggap sekedar fenomena alam biasa yang harus dihadapi biasa-biasa saja. Sementara rakyat dipaksa maklum atas segala keterbatasan yang dihadapi penguasa.

Padahal jika dicermati, di luar soal takdir, semua bencana ini terjadi tak lepas dari kebijakan yang melawan aturan Sang Pencipta manusia. Bukankah Allah SWT meminta agar sumber daya alam dijaga dan digunakan seperlunya demi kebaikan manusia? Namun ternyata, penguasa malah mengeluarkan kebijakan yang merusak dan mengapitalisasi semuanya.

Paradigma pembangunanpun berubah jadi nampak serba serakah. Eksploitasi alam terjadi dimana-mana. Sumber-sumber alam yang Allah karuniakan sebagai milik semua, justru diserahkan penguasaannya kepada pihak swasta.

Maka tak heran, alampun rusak parah dan tak membawa berkah. Gunung tak lagi berfungsi sebagai pasak pengukuh bumi dan penyimpanan sumber air alami akibat pepohonannya habis ditebang. Bahkan di banyak tempat, gunung-gunung nyaris hilang karena tanahnya habis dikuras demi proyek-proyek pembangunan.

Baca juga:  [Hadits Sulthaniyah] ke-55: Tidak Berusaha Mencegah Kezaliman Adalah Penyebab Datangnya Azab Allah

Begitupun dengan sungai. Tak ada lagi sungai yang layak konsumsi dan indah dipandang mata kecuali sedikit saja. Nyaris semuanya tercemar limbah pabrik dan sampah rumah tangga bercampur dengan tanah gunung yang pasrah diseret air hujan. Itupun, kerapkali airnya menerjang perkotaan dengan banjir bandang sekaligus mencemari pesisir dan lautan. Namun di musim kemarau dengan cepat air sungai dan air artesis menyusut kecuali sumber-sumber air pegunungan yang sudah dikapling jadi milik perseorangan.

Semua kandungan kekayaan bumi pun dieksploitasi tanpa mengindahkan keseimbangan dan kelestarian alam. Maka harmonipun hilang. Bencana seolah menjadi langganan. Dan lagi-lagi, rakyat yang menjadi korban.

Tak heran jika ancaman krisis pangan terjadi saat kran impor dibuka lebar-lebar. Krisis air terjadi saat berbagai merek air kemasan beredar dimana-mana. Kemiskinan merajalela disaat eksploitasi sumber daya alam terjadi besar-besaran. Dan semua ini dilegalisasi oleh berbagai kebijakan penguasa.

Ironisnya, apa yang terjadi tak juga menjadi peringatan. Alih-alih mengubah kebijakan, penguasa malah kian mencengkramkan kebijakan yang tak berorientasi penyelamatan alam dan generasi masa depan.

Penerapan kebijakan ekonomi neoliberal yang konsisten diterapkan penguasa malah kian membuka pintu lebar-lebar bagi para kapitalis mengeksploitasi sumber alam dan menyisakan berbagai kerusakan. Wajar jika puluhan tahun pembangunan dilakukan, tapi tak pernah mampu mewujudkan kesejahteraan, apalagi keberkahan.

Baca juga:  Kezaliman Membawa Kehancuran

Inilah akibat umat tak memiliki kepemimpinan Islam. Yakni kepemimpinan umat yang tegak di atas asas ketaatan pada aturan Pencipta Alam dan kekuasaannya didedikasikan untuk menyejahterakan dan menjaga umat serta menebar kerahmatan bagi seluruh alam.

Berbeda diametral dengan kepemimpinan sekuler neo liberal, kepemimpinan Islam akan dengan konsisten menerapkan hukum-hukum Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Termasuk dalam aspek ekonomi yang politik ekonominya berorientasi memenuhi kebutuhan masyarakat individu per individu sekaligus mengatur soal bagaimana pembangunan dilakukan selaras dengan kehidupan.

Kepemimpinan seperti inilah yang — di tengah segala keterbatasan teknologi– sudah terbukti belasan abad mampu mensejahterakan umat Islam dan warga negara daulah Islam. Para penguasanya, dari satu periode ke periode lainnya paham bahwa tugas mereka adalah menjadi pengurus dan penjaga umat dengan jalan menerapkan hukum-hukum Islam.

Kepemimpinan inilah yang seharusnya segera diwujudkan. Dengan jalan membangun kesadaran umat akan bobroknya sistem kehidupan yang ada sekarang dan mencerdaskan mereka dengan Islam. Harapannya umat akan segera mencampakkan sistem hidup sekuler neolib kapitalistik dan berpaling pada Islam sebagai bentuk ketundukan kepada Allah swt, Dzat Pencipta Sekalian Alam.[]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.