Oleh: Rokhmat S. Labib

Pemerintah memutuskan untuk menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) terkait kemudahan izin kerja bagi tenaga kerja asing (TKA) ahli. Hal ini sebagai tindak lanjut instruksi Presiden Joko Widodo yang meminta para pembantunya untuk memudahkan jalur investasi, jalur ekspor hingga TKA ahli ke Indonesia.

Sebelumnya Jokowi menegaskan bahwa tidak zamannya lagi mempersulit orang yang mau masuk bekerja di republik ini.

Sungguh, kebijakan ini amat sulit diterima akal sehat. Bagaimana tidak, disaat rakyatnya masih banyak menjadi pengangguran dan kesulitan mendapatkan pekerjaan, bahkan sebagiannya lagi harus merantau ke luar negeri untuk bekerja seadanya, pemerintah justru membuka pintu lebar bagi pekerja asing. Untuk itu, bahkan harus dibuat peraturan yang memudahkan mereka bekerja di sini.

Tak mengherankan jika kebijakan itu memunculkan pertanyaan: Mengapa pemerintah lebih peduli terhadap nasib orang asing dibandingkan dengan rakyatnya sendiri?

Pertanyaan lainnya yang juga cukup menggelitik: Di manakah slogan nasionalisme yang sering digembar-gemborkan penguasa itu?

Bukan hanya tentang soal tenaga kerja asing. Pertanyaan serupa juga dapat diajukan terhadap berbagai kebijakan yang dinilai lebih pro asing.

Ketka impor beras dan produk-produk pertanian lainnya dilakukan sementara produk yang sama bisa dihasilkan oleh para petani kita, dimanakah nasionalisme itu?

Baca juga:  Intelijen dalam Khilafah

Di manakah nasionalisme ketika pemerintah terus menjual jalan tol, pelabuhan, bandara, dan berbagai sektor penting yang menguasai hajat hidup orang banyak kepada asing?

Di manakah nasionalisme ketika pemerintah menyetujui pasar bebas yang hanya akan membuat negeri ini menjadi pasar besar yang menguntungkan bagi asing?

Di manakah nasionalisme ketika pemerintah menyerahkan pengelolaan tambang-tambang minyak, gas, batu bara, dan tambang-tambang lainya yang depositnya melimpah?

Di manakah nasionalisme ketika tambang emas di gunung Papua dikuasai PT Freeport berpuluh-puluh tahun dengan hanya mendapatkan bagian yang sangat sedikit?

Di manakah nasionalisme ketika lembaga-lembaga asing ikut campur tangan dalam berbagai penyusunan undang-undangan di negeri, padahal semua undang-undang itu akan melempangkan jalan bagi penjajahan asing atas negeri ini?

Di manakah nasionalisme ketika sistem ekonomi, politik, dan hukum seperti kapitalisme dan liberalisme yang diterapkan di negeri ini berasal dari Barat?

Jawabannya: Tidak ada. Slogan nasionalisme sama sekali tidak terdengar dalam semua itu.

Lalu kapan slogan nasionalisme diteriakkan?

Slogan nasionalisme baru diteriakkan ketika ada seruan kepada rakyat ini untuk menerapkan syariah. Teriakan nasionalisme semakin kencang ketika ide khilafah didakwahkan.

Mereka tiba-tiba ingat nasionalisme dan seolah-olah menjadi orang yang paling mencintai negeri ini. Sementara syariah dan khilafah dianggap sebagai ancaman yang menghancurkan negeri ini.

Baca juga:  Adakah Model Baku Negara Khilafah?

Padahal, syariah dan khilafah adalah ajaran Islam. Ajaran yang berasal dari Tuhan yang menciptakan mereka. Karena berasal dari Dzat yang Maha Benar dan Maha Adil, tentulah syariah dan Khilafah adalah ajaran yang benar dan adil.

Dengan syariah dan khilafah pula, berbagai problem dapat diatasi dengan solusi yang benar dan diridhai-Nya. Negeri ini dan seluruh negeri Islam pun lainnya dapat dibebaskan dari aneka penjajahan dengan syariah dan khilafah.

Sebagai gambaran, Islam mengharamkan kekayaan negeri Muslim dikuasai negara penjajah. Islam juga mengharamkan dominasi negara-negara kafir penjajah atas kaum Muslimin.

Maka, jangan heran jika negara-negara kafir penjajah itu amat memusuhi syariah dan khilafah. Karena mereka tak ingin berbagai tambang yang mereka kuasai lepas begitu saja. Mereka juga tak mau penjajahan mereka atas kaum Muslimin hilang begitu saja. Bahkan dominasi mereka terhadap dunia bisa berakhir dengan tegaknya syariah dan khilafah.

Kembali kepada pertanyaan awal: Mengapa nasionalisme hanya diteriakkan dengan keras untuk menghalangi tegaknya sariah dan khilafah; sementara terhadap berbagai kebijakan pro asing penjajah, tak ada terdengar slogan nasionalisme?

Pertanyaam pun layak dilanjutkan: Sesungguhnya untuk kepentingan siapakah slogan nasionalisme diteriakkan? Silakan dijawab dengan jujur. WaL-lah a’lam bi al-shawab.