Kesehatan Gratis? Hanya Ada di Khilafah
Bisakah kesehatan diperoleh secara murah? Jawabannya, bisa. Jika kita membaca lintasan sejarah, akan didapati bahwa peradaban Islam pernah berhasil mewujudkan layanan kesehatan murah. Bahkan gratis.
Oleh: Ragil Rahayu, S.E.
MuslimahNews.com, OPINI – Sehat itu mahal. Doktrin ini kini dihembuskan pada masyarakat agar menerima kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sebesar 100 persen pada Januari 2020 mendatang. Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko meminta masyarakat memahami rencana pemerintah menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Dengan kenaikan itu, Moeldoko tak ingin masyarakat beranggapan sehat itu murah. Menurutnya, masyarakat perlu memahami bahwa sehat itu mahal dan perlu perjuangan (cnnindonesia.com, 4/9/2019).
Pemerintah berdalih, kenaikan iuran BPJS kesehatan tidak akan memberatkan rakyat. Sebagaimana dilansir cnbcindonesia.com (9/9/2019), Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan kenaikan iuran BPJS Kesehatan tidak akan menyusahkan masyarakat miskin.
Pernyataan kedua pejabat negara ini sangat tidak sensitif terhadap kondisi rakyat. Kondisi ekonomi yang sulit, banyak pemutusan hubungan kerja (PHK), naiknya harga kebutuhan pokok, dan berbagai tekanan ekonomi lain telah membuat rakyat pontang-panting demi bisa bertahan hidup.
Namun, pemerintah tega menaikkan iuran BPJS kesehatan tahun depan. Subsidi listrik pun siap dicabut. Rakyat akan makin sulit bertahan hidup.
Andai saja kesehatan bisa diperoleh rakyat secara murah, tentu rakyat tak akan pusing memikirkan biayanya. Tapi berharap kesehatan murah di sistem yang kapitalistik sekuler seperti sekarang, ibarat memasukkan unta ke lubang jarum. Tak mungkin!
Lalu, bisakah kesehatan diperoleh secara murah? Jawabannya, bisa. Jika kita membaca lintasan sejarah, akan didapati bahwa peradaban Islam pernah berhasil mewujudkan layanan kesehatan murah. Bahkan gratis.
Sejarah Layanan Kesehatan dalam Khilafah
Will Durant dalam The Story of Civilization menyatakan, “Islam telah menjamin seluruh dunia dalam menyiapkan berbagai rumah sakit yang layak, sekaligus memenuhi keperluannya. Contohnya, Bimaristan yang dibangun oleh Nuruddin di Damaskus tahun 1160 telah bertahan selama tiga abad dalam merawat orang-orang sakit, tanpa bayaran dan menyediakan obat-obatan gratis. Para sejarahwan berkata, bahwa cahayanya tetap bersinar tidak pernah padam selama 267 tahun.”
Keberhasilan peradaban Islam ini disebabkan paradigma yang benar tentang kesehatan. Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Setiap dari kalian adalah pemimpin dan bertanggung jawab untuk orang-orang yang dipimpin. Jadi, penguasa adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas rakyatnya.” (Bukhari dan Muslim)
Ya, kesehatan adalah kebutuhan dasar rakyat. Negara bertanggung jawab untuk memenuhinya secara optimal dan terjangkau oleh masyarakat. Khalifah memosisikan dirinya sebagai penanggung jawab urusan rakyat, termasuk urusan kesehatan.
Khilafah tidak akan menyerahkan urusan kesehatan pada lembaga asuransi seperti BPJS. Lembaga asuransi bertujuan mencetak untung, bukan melayani rakyat. Islam meletakkan dinding tebal antara kesehatan dengan kapitalisasi, sehingga kesehatan bisa diakses oleh semua orang tanpa ada kastanisasi secara ekonomi.
Dikutip dari helpsharia.com (20/1/2017), dalam Islam, sistem kesehatan tersusun dari tiga unsur sistem. Pertama, peraturan, baik peraturan berupa syariah Islam, kebijakan maupun peraturan teknis administratif. Kedua, sarana dan peralatan fisik seperti rumah sakit, alat-alat medis, dan sarana prasarana kesehatan lainnya. Ketiga, sumber daya manusia (SDM) sebagai pelaksana sistem kesehatan, yang meliputi dokter, perawat, dan tenaga medis lainnya. [S. Waqar Ahmed Husaini, Islamic Sciences, hlm. 148]
Agar kebutuhan rakyat terhadap layanan kesehatan gratis terpenuhi, Khilafah banyak mendirikan institusi layanan kesehatan. Di antaranya adalah rumah sakit di Kairo yang didirikan pada tahun 1248 M oleh Khalifah al-Mansyur, dengan kapasitas 8.000 tempat tidur, dilengkapi dengan masjid untuk pasien dan chapel untuk pasien Kristen. Rumah sakit dilengkapi dengan musik terapi untuk pasien yang menderita gangguan jiwa. Setiap hari melayani 4.000 pasien.
Layanan diberikan tanpa membedakan ras, warna kulit, dan agama pasien; tanpa batas waktu sampai pasien benar-benar sembuh.
Selain memperoleh perawatan, obat, dan makanan gratis tetapi berkualitas, para pasien juga diberi pakaian dan uang saku yang cukup selama perawatan. Hal ini berlangsung selama tujuh abad. Sekarang, rumah sakit ini digunakan untuk opthalmology dan diberi nama Rumah Sakit Qalawun.
Negara juga tidak luput melaksanakan tanggung jawabnya kepada orang-orang yang mempunyai kondisi sosial khusus, seperti yang tinggal di tempat-tempat yang belum mempunyai rumah sakit, para tahanan, orang cacat, dan para musafir.
Untuk itu, negara mendirikan rumah sakit keliling tanpa mengurangi kualitas pelayanan. Ini seperti pada masa Sultan Mahmud (511-525 H). Rumah sakit keliling ini dilengkapi dengan alat-alat terapi kedokteran, dengan sejumlah dokter. Rumah sakit ini menelusuri pelosok-pelosok negara.
Dari manakah dana untuk menggratiskan layanan kesehatan di Khilafah Islam? Dalam Khilafah, kesehatan merupakan salah satu bidang di bawah divisi pelayanan masyarakat (Mashalih an-Nas). Pembiayaan rumah sakit seluruhnya ditanggung oleh negara.
Dananya diambil dari baitulmal yakni: Pertama, dari harta zakat, sebab fakir atau miskin (orang tak mampu) berhak mendapat zakat. Kedua, dari harta milik negara baik fai’, ghanimah, jizyah, ‘usyur, kharaj, khumus rikaz, harta ghulul pejabat dan aparat, dsb. Ketiga, dari harta milik umum seperti hutan, kekayaan alam dan barang tambang, dsb. Jika semua itu belum cukup, barulah negara boleh memungut pajak (dharibah) hanya dari laki-laki muslim dewasa yang kaya.
Demikianlah, layanan kesehatan dalam khilafah yang begitu bagus kualitasnya dan juga gratis.
Layanan kesehatan seperti ini hanya ada dalam Khilafah. Solusi Islam ini akan efektif mengatasi polemik BPJS Kesehatan. Saat Khilafah tegak, sehat tak lagi mahal. Wallahu a’lam bishshawab. [MN]