Kebersamaan yang Membahagiakan
Syari’ah Islam yang akan ditegakkan Khilafah adalah penjamin kehormatan seluruh manusia, Muslim maupun kafir dzimmi. Penjaga hak-hak dasar hidup mereka, penjaga kerukunan, penjamin kesejahteraan. Dengan hukum politiknya, mencegah tindakan abuse of power pemimpin, menjamin pemenuhan kepentingan bangsa.
Oleh: Ustazah Ratu Erma Rahmayanti
MuslimahNews, FOKUS — Tak sulit bagi Islam untuk mengatur fakta pluralitas (keberagaman). Sebab berjenis manusia dengan ragam bangsa, bahasa, warna kulit dan keyakinan, Allah subhanahu wa ta’ala yang menciptakan. Dan Allah subhanahu wa ta’ala Zat Yang Mahatahu dan Mahaadil, menurunkan aturan bagaimana cara mereka hidup dan bergaul. Sebab itu, dalam masyarakat Islam, baik awal mula umat ini membangun kebersamaan hidup di masa kepemimpinan baginda Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, maupun setelahnya, kita menemukan banyak fakta bagaimana kehidupan produktif dan membahagiakan di dalamnya.
Semua itu terjadi, karena adanya jaminan negara terhadap kebutuhan dasar seluruh warga negara Khilafah baik untuk Muslim maupun kafir dzimmi (kafir yang tunduk pada pemerintahan Islam). Jaminan itu ditunjukkan oleh sabda Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam: “Siapa saja yang menyakiti dzimmi maka aku berperkara dengan dia. Siapa saja yang berperkara dengan aku, maka aku akan memperkarakan dia pada Hari Kiamat”. [Hadis Hasan]
Karena itulah kita menyaksikan bagaimana hak-hak individu mereka dalam keyakinan, ibadah, harta, mendapat jaminan yang sama. Fakta sejarah yang tidak terbantahkan bahwa orang kafir dzimmi lebih memilih hidup diatur Syari’ah Islam, ketimbang diatur pemimpin bangsanya. T.W. Arnold, dalam bukunya The Preaching of Islam, menuliskan, “Perlakuan pada warga Kristen oleh pemerintahan Ottoman -selama kurang lebih dua abad setelah penaklukan Yunani- telah memberikan contoh toleransi keyakinan yang sebelumnya tidak dikenal di daratan Eropa. Kaum Kalvinis Hungaria dan Transilvania, serta negara Unitaris (kesatuan) yang kemudian menggantikan kedua negara tersebut juga lebih suka tunduk pada pemerintahan Turki daripada berada di bawah pemerintahan Hapsburg yang fanatik; kaum protestan Silesia pun sangat menghormati pemerintah Turki, dan bersedia membayar kemerdekaan mereka dengan tunduk pada hukum Islam… kaum Cossack yang merupakan penganut kepercayaan kuno dan selalu ditindas oleh Gereja Rusia, menghirup suasana toleransi dengan kaum Kristen di bawah pemerintahan Sultan.”
Secara global, prinsip dasar pengaturan itu adalah bahwa, pemeluk agama lain dipandang sebagai makhluk ciptaan Allah yang sama-sama menerima taklif risalah Islam. Namun, pada pelaksanaannya, mereka tidak akan dipaksa untuk shalat, haji, zakat, jihad, dan hukum syari’ah lain yang mensyaratkan adanya iman dan Islam. Sebaliknya, mereka dibiarkan melakukan ibadahnya, makan, minum, berpakaian, menikah dan bercerai menggunakan agama mereka. Dalam kaitannya sebagai warga negara, dalam aturan kehidupan umum yang tidak diatur oleh agama mereka, maka mereka terikat dengan hukum-hukum pengaturan umum dalam Islam. Semisal hukum-hukum mu’amalah (hubungan transaksional ekonomi, sosial, budaya, dan lain-lain), hukum sanksi, hukum politik.
Kebersamaan yang Membahayakan
Kehidupan produktif dan membahagiakan dalam keberagaman di tengah dominasi ideologi kapitalis sekuler adalah fatamorgana. Penyakit akut islamofobia yang diidap Barat mustahil mewujudkan hal itu. Sebab, segala yang menunjukkan identitas Islam akan diperanginya. Lihatlah, bagaimana di Denmark, pemimpin partai sayap kanan Denmark Starm Kurs, Rasmus Paludan, membakar salinan Alquran, Jumat (22/3/2019) sebagai bentuk protesnya atas sejumlah Muslim yang menunaikan Shalat Jumat di depan gedung parlemen negara tersebut.
Pelarangan pemakaian burka di Prancis, diskriminasi terhadap pelaksanaan ibadah dan pendirian tempat ibadah umat Muslim, pemeriksaan ekstra ketat imigrasi transportasi darat, laut, dan udara terhadap mereka yang beragama Islam atau mereka yang berasal dari negara yang mayoritas penduduknya Muslim. Pembunuhan hampir lima puluh orang muslim di Christchurch, Selandia Baru, jelas-jelas menunjukkan penyakit parah itu.
Karenanya, bagaimana mungkin hidup bersama diwujudkan di tengah kebencian mereka terhadap Islam dan umatnya? Adnin Armas –pendiri INSIST- mengatakan, di Indonesia gejala penyakit ini pun telah menjangkit, indikasinya orang-orang yang ingin berkontribusi dan mencintai agama ini bisa dituduh konservatif, fundamentalis, radikal, anti kemajuan, anti Barat, anti NKRI, dan fitnah-fitnah serupa.
Propaganda hidup damai, persatuan dalam keberagamaan yang dipandu oleh ideologi Barat, sesungguhnya mengancam kehidupan umat manusia. Karena makna damai yang diintrodusir Barat kepada dunia adalah, tidak boleh ada yang mengganggu kepentingannya. Satu-satunya lawan hakiki adalah Islam. Mereka tahu bahwa ideologi Islam dan syari’ahnya akan menggeser hegemoninya, menghilangkan segala kesukaan liarnya, merenggut kemerdekaannya. Karenanya, tanpa dasar mereka telah lebih dulu membuat pre-judice bahwa Islam in-toleran, radikal, eksklusif, tirani mayoritas, dan sebagainya.
Dan dominasi mereka atas dunia, memaksa para pemimpin untuk mengikuti kehendak mereka. Tak heran jika pemimpin Muslim justru menyuarakan agenda mereka dan membebek pada arahannya. Mengamini kesepakatan forum-forum dialog interfaith, pengarusan mengaruskan moderasi Islam atau program deradikalisasi, memfasilitasi partai yang menolak perda Syariah, poligami, wisata halal dengan alasan menjaga keanekaragaman Bali dan menolak ‘arabisasi. Dan dengan lancangnya menyatakan bahwa sumber potensial pecahnya bangsa adalah isu agama.
Sesungguhnya, kebersamaan yang dibangun dengan berbagai kesepakatan seperti diatas, dalam rangka mencari titik temu antar agama, adalah tipu daya belaka. Justru membahayakan kehidupan kemanusiaan, mendiskreditkan Allah, Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, Syari’ah Islam dan umat Islam. Mereka begitu melecehkan syari’ah Allah yang sudah dibuktikan sejarah telah mendamaikan dan menyejahterakan dunia termasuk di dalamnya hamba-hamba-Nya yang telah memilih untuk tidak mengimaninya, Syariah yang telah menjamin hak-hak dasar mereka. Mereka membunuhi muslimin di berbagai negara, mengintimidasi Muslimah, menghinakan para pengemban risalah Allah subhanahu wa ta’ala.
Khilafah Penjaga Hakiki Peradaban Manusia
Mengembalikan kehidupan manusia yang beradab, sejahtera dan damai, sesungguhnya adalah mengembalikan berlakunya Syari’ah Allah subhanahu wa ta’ala dalam naungan Khialfah. Ini bukan soal pemaksaan kehendak satu agama, melainkan tanggungjawab sebuah ideologi shahih dalam menata peradaban manusia. Mengingat fakta hari ini, peradaban yang sekian lama dibentuk oleh ideologi kapitalis sekuler telah menyebabkan konflik, kesempitan hidup dan kesengsaraan.
Karena Syari’ah Islam yang akan ditegakkan Khilafah adalah penjamin kehormatan seluruh manusia, Muslim maupun kafir dzimmi. Penjaga hak-hak dasar hidup mereka, penjaga kerukunan, penjamin kesejahteraan. Dengan hukum politiknya, mencegah tindakan abuse of power pemimpin, menjamin pemenuhan kepentingan bangsa. Dengan hukum ekonominya menjamin pemerataan kebutuhan primer dan terdukungnya kebutuhan sekunder dan tersier. Dengan hukum sosialnya, mencegah rusaknya moral generasi, tersebarnya penyakit menjijikan akibat penyimpangan seksualitas. Dan hukum lain yang menjamin kesetaraan manusia, kerukunan dalam keberagamannya.[]
Sumber gambar: BBC