BeritaKomentar Politik

Tren Bunuh Diri: Sisi Hitam Sekularisme di Jepang

Oleh: Iranti Mantasari**

MuslimahNews, KOMPOL — Kasus bunuh diri yang dilakukan anak-anak di Jepang mencapai angka tertinggi dalam kurun 30 tahun terakhir, kata kementerian pendidikan. Pada tahun diskal 2016/17 sampai bulan Maret, sebanyak 250 anak dari usia sekolah dasar hingga sekolah menengah atas tercatat merenggut nyawa mereka sendiri, lapor BBC Senin (5/11/2018). Jumlah itu bertambah lima dari tahun sebelumnya, dan merupakan yang tertinggi sejak tahun 1986.

Anak-anak yang bunuh diri itu dikabarkan memiliki masalah dalam keluarga, khawatir dengan masa depannya dan korban perundungan. Jepang merupakan salah satu negara dengan tingkat bunuh diri palping tinggi di dunia pada tahun 2015. Namun, sejak itu pihak berwenang mengambil tindakan-tindakan preventif sehingga angkanya turun, menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Secara keseluruhan, kasus bunuh diri di Jepang turun sekitar 21.000 pada tahun 2017, kata pihak kepolisian, dari sebelumnya mencapai sekitar 34.500 pada tahun 2013. Meskipun demikian, tingkat bunuh diri anak masih relatif tinggi, bahkan menjadi penyebab kematian terbanyak di kalangan generasi muda Jepang. (Sumber: Hidayatullah.com)


Komentar:

Kasus bunuh diri di Jepang memang bukanlah hal yang baru bagi publik. Banyak yang mengatakan bahwa bunuh diri dengan alasannya yang beragam merupakan ‘tradisi’ di Jepang, bahkan dianggap sebagai cara terhormat dalam mengakhiri hidup. Mirisnya, seorang Sosiolog dari University of Tokushima, Kayoko Ueno juga mengatakan bahwa Jepang merupakan Nation of Suicide atau bangsa yang suka bunuh diri.

Baca juga:  Lagi, PJJ Memakan Korban. Pengamat: Kapitalisme Biang Keroknya

Jepang di satu sisi merupakan negara yang begitu dikagumi dari aspek kedisiplinan dan ketertibannya. Namun tak banyak yang menyorot bahwa negara yang mayoritas menganut Shinto sebagai kepercayaannya ini sebetulnya tidak lebih dari negara yang sekuler, seperti kebanyakan negara kontemporer. Sekularisme yang menihilkan peran Tuhan dalam sektor publik ini pada nyatanya merupakan akar masalah dari tingginya angka bunuh diri di Jepang, karena telah melahirkan output manusia yang tak jelas tujuan hidupnya di dunia.

Akutnya masalah sosial yang disebabkan oleh ideologi sekuler-liberalisme juga telah membuat masyarakat Jepang menjadi individualis, sehingga tak sedikit yang akhirnya mengalami penyakit mental, seperti stress, depresi, putus asa, dll. Kalangan remajanya begitu mudah tertekan karena beratnya beban pendidikan, kalangan tua nya pun harus siap hidup kesepian karena renggangnya hubungan dengan anak-anak, bahkan pasangan suami-istri tak jarang menjadi asing bagi satu sama lain karena mengutamakan bekerja demi mengumpulkan uang!

Hal ini pulalah yang memicu fenomena “The Death of Family” atau Kematian Keluarga di Jepang, karena rapuhnya pondasi keluarga akibat pranata sosial yang individualis tapi juga sekuler dan liberal. Kematian Keluarga ini juga semakin diperparah dengan “tradisi” bunuh diri yang begitu marak terjadi dan membuat Jepang harus menghadapi sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Baca juga:  Ramadan di Jepang, Mendulang Yen dengan Wisata Halal

Jepang yang sering dijadikan dalih pembenar bahwa manusia yang tak beragama itu tidak lebih buruk dari manusia yang beragama karena tetap bisa menjunjung nilai kemanusiaan universal, merupakan negara dan bangsa yang nampak kuat dari luar namun sejatinya ringkih di dalam. Efek nyata sekularisme ini begitu terlihat pada generasi di Jepang yang menjadikan bunuh diri sebagai salah satu cara untuk menyelesaikan berbagai masalah hidup yang mereka hadapi.

Berbeda dengan Islam yang justru menekankan peran Tuhan di sektor privat maupun publik, maka ia akan mampu melahirkan manusia yang jelas arah dan tujuan hidupnya selama di dunia, dengan catatan jika Islam diajdikan sebagai dasar hidup manusia, bermasyarakat dan bernegara. Jepang dengan bunuh dirinya hanyalah salah satu bukti dari bangsa yang lemah karena tertancapnya sekularisme.

Dunia Islam sepatutnya menjadikan hal ini sebagai pelajaran, mengingat Allah dan Rasulullah sudah menurunkan seperangkat sistem kehidupan terbaik untuk diterapkan oleh manusia. Sekularisme dan isme lainnya yang berasal bukan dari Islam seharusnya tidak diambil dan diemban oleh negara manapun. Negara yang dengan tegas akan mencampakkan sekularisme hanyalah negara yang menjadikan Islam sebagai asas segala sesuatu. Negara inilah yang dikenal dalam sejarah peradaban Islam sebagai negara Khilafah Islamiyah.[]

Baca juga:  [Kaffah] Mewaspadai Bahaya Komunisme

**Penulis adalah Tim Riset Fareastern Muslimah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *