AnalisisNasional

Pemerintah Memberi Lapangan Pekerjaan untuk siapa?

Oleh: Sari Zunairah Ashleena, S.I.P. (Analis Ekonomi Politik)

#MuslimahNews — Jalan mulus untuk masuknya Tenaga Kerja Asing (TKA) ke Indonesia tampaknya kian terbuka lebar. Pasalnya, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden atau Pepres No. 20/2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing. Ketentuan pasal 22 beleid[1] itu menyebut bahwa TKA dapat menggunakan visa terbatas (vitas) dan izin tinggal sementara (itas) untuk bekerja di Indonesia.

Menurut Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar, arti dari Perpres tersebut adalah pekerja asing bisa bekerja di Indonesia hanya bermodal dokumen yang tidak diterbitkan di Indonesia. Sebab, sesuai pasal 20 beleid itu, permohonan vitas dan itas bisa dilakukan di perwakilan Indonesia di luar negeri yang merupakan perpanjangan tangan imigrasi. Dengan adanya vitas dan itas ini, maka TKA bisa ke masuk Indonesia secara perseorangan.

Masih menurut Sekjen OPSI, kini terdapat dua pintu masuknya TKA yaitu Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) untuk penggunaan pekerja asing yang diajukan badan usaha dan kementerian hukum dan HAM (Kemenkumham) bagi pekerja asing perseorangan. Masuknya TKA dari dua pintu ini bisa membuat pekerja asing ilegal hilir mudik di Indonesia. Apalagi, pengawasan semakin sulit lantaran itas kini memiliki batas waktu dua tahun dari sebelumnya 30 hari saja.

Padahal, Sebelum Perpres No. 20/2018 ditandatangani, negeri Indonesia sebenarnya sudah mudah dimasuki Tenaga Kerja Asing. Hal ini ditunjukkan oleh data dari Kemenaker. Data Kemenaker mencatat saat ini ada 126 ribu TKA yang ada di Indonesia per Maret 2018. Angka ini bertumbuh 69,85 persen jika dibandingkan posisi akhir 2016 yakni 74.813 orang.[2]

Maka, dengan adanya Perpres no. 20/2018 Indonesia bukan lagi mudah dimasuki TKA, namun, terbuka terhadap serbuan TKA. Dengan serbuan TKA ke negeri ini, banyak potensi pekerjaan yang seharusnya bisa dilakukan oleh kompetensi lokal malah dilakukan oleh TKA. Secara otomatis, hal ini bisa menyebabkan, semakin menyempitnya lapangan pekerjaan bagi anak negeri.

Banyak kalangan mengkhawatirkan dampak negatif akibat booming tenaga kerja Asing di Indonesia pasca Perpres ini ditandatangani. Kekhawatiran ini sangat wajar, sebab Indonesia sendiri, dengan jumlah penduduk yang besar, tengah mengalami problem pengangguran. BPS merilis data jumlah pengangguran di Indonesia yang naik 10.000 orang hingga Agustus 2017. Pada tahun lalu, jumlah pengangguran mencapai 7,03 juta orang, dan pada tahun ini atau hingga Agustus 2017 naik menjadi 7,04 juta orang.[3]

Baca juga:  Badai PHK Tiba, dari Indosat hingga Krakatau Steel. Pakar Ekonomi Nida Sa’adah: Khilafah Islam Punya Strategi Jitu Soal Ini

Selain problem pengangguran anak negeri, TKA juga disinyalir akan menimbulkan masalah baru di negeri ini. Wakil Ketua Komisi IX DPR dari Fraksi PAN Saleh Daulay menilai, mudahnya TKA bekerja di Indonesia justru juga dapat menimbulkan berbagai tindak kriminal, seperti peredaran narkoba, masuknya barang ilegal, hingga ideologi yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Kemungkinan itu bisa terjadi lantaran pemerintah hingga saat ini memiliki keterbatasan dalam mengawasi TKA.[4]

Ironis memang, saat penduduk negeri banyak yang mengalami jobless, lapangan pekerjaan yang ada justru diberikan pada tenaga kerja asing. Padahal, fenomena menjamurnya sopir dan ojek online nyata sekali merupakan akibat dari minimnya lapangan pekerjaan di negeri ini. Banyak di antara sopir dan ojek online ini adalah lulusan sarjana dan diploma. Mereka tidak bisa bekerja sesuai dengan keahliannya, karena lapangan pekerjaan untuk mereka sempit. Walhasil beralih profesi menjadi sopir dan tukang ojek online.

Saat banyak kalangan mengkhawatirkan fenomena pengangguran anak negeri dan dampak negatif serbuan TKA, pemerintah justru berpikir sebaliknya. Pemerintah beralasan bahwa Perpres no. 20/2018 ini akan berdampak positif terhadap investasi asing dan pembangunan.

Hal ini diungkap oleh Menaker Hanif Dhakiri yang mengatakan bahwa Perpres tentang penggunaan TKA bisa berdampak baik bagi sektor investasi.

Menaker beralasan, selama ini banyak investor yang kelimpungan dalam menjalankan operasional investasi yang sudah masuk di awal ketika tidak ada SDM lokal yang memadai. Menurut dia, kemudahan izin tinggal TKA juga sejalan dengan program pemerintah dalam single submission. Program ini dirancang untuk mengintegrasikan kinerja dari semua kementerian agar lebih cepat, termasuk dalam pemberikan izin kerja TKA.

Hanif menjelaskan, Perpres ini juga dibuat untuk memperpendek jalur birokrasi ketika perusahaan tertentu membutuhkan TKA dalam menjalankan usaha. Selain membuat peraturan untuk TKA yang akan lama menetap di dalam negeri, Perpres ini juga akan mempemudah TKA yang memang diperlukan untuk hitungan hari. Hanif berdalih, sejauh ini, penambahan TKA masih belum banyak. Adapun yang sudah ada didominasi dari Cina karena banyak investor dari negara tersebut yang berinvestasi di Indonesia.[5]

Baca juga:  Pengaturan Lapangan Kerja dalam Sistem Islam Kafah

Sejalan dengan itu, mantan Menteri Perdagangan RI, Mari Elka Pangestu menilai, talenta asing masih diperlukan untuk mempercepat laju perekonomian di Indonesia. Mari menilai sejumlah keahlian seperti rekayasa di bidang IT, coding, dan pengelolaan big data masih kurang tersedia di Indonesia. Selain bisa mengembangkan industri, keberadaan talenta asing juga bisa memacu pengembangan SDM dalam negeri.[6]

Alasan-alasan yang diungkapkan seolah menunjukan bahwa negeri ini membutuhkan TKA. Ini adalah cara berpikir instan bagi pemalas.

Pertama, alasan bahwa TKA sejalan dengan investasi. Investasi dari negeri mana? Banyak negara yang memiliki minat berinvestasi di negeri ini tanpa kompensasi. Bukankah Investasi dari Timur Tengah tidak pernah mensyaratkan dibukanya lowongan pekerjaan bagi warga mereka? Lantas kenapa membuka investasi dari negara yang mendorong Indonesia untuk menyerap TKA dari negeri mereka?

Jika negara seperti Cina memberikan investasi bagi Indonesia dengan syarat memberikan lowongan pekerjaan bagi warga Cina sebagai TKA, jelas hal ini menunjukan bahwa Investasi adalah kedok baru untuk penjajahan ekonomi. Pasalnya, selain negara investor akan turut mengambil keuntungan dari investasi mereka, negara mereka pun mendapat keuntungan berupa dibukanya lapangan pekerjaan bagi warganya.

Investasi yang disertai masuknya TKA, justru menunjukan betapa lemahnya pemerintah dalam berdiplomasi dan negosiasi dengan negara investor. Seharusnya pemerintah memiliki bargaining position kuat dalam negosiasi investasi ini. Pemerintah bisa saja membolehkan investasi untuk kepemilikan individu dengan syarat menyerap tenaga kerja lokal. Dengan kata lain, investasi dijadikan cara pemerintah untuk membuka lapangan pekerjaan bagi warga negara Indonesia.

Berkaitan dengan investasi asing, terdapat titik kritis yang perlu ditinjau. Benarkah Indonesia membutuhkan investasi asing? Karena pada hakikatnya, investasi asing adalah memberikan sebagian kekayaan negeri ini pada asing dengan kompensasi modal yang mereka berikan. Jika industri yang dikelola adalah industri kepemilikan individu, tentu investasi dibolehkan, namun jika industrinya adalah industri yang mengelola kepemilikan umum, seperti barang tambang, maka hal ini sama saja dengan memberikan sebagian kekayaan negeri pada asing. Terlebih lagi, investasi asing adalah jalan untuk menjajah ekonomi negeri ini.

Baca juga:  [Lensa Daerah] Demo Pekerja Tambang di Konawe Sultra, Buah Kebijakan Kapitalistik

Kedua, alasan bahwa negeri ini membutuhkan talenta asing untuk sejumlah keahlian. Betapa mirisnya jika dengan alasan butuh talenta asing ini, negeri ini diserbu TKA. Pasalnya, apa yang menyebabkan negeri ini butuh talenta asing? Kurangnya ahli dari anak negeri. Apa penyebab negeri ini kekurangan tenaga ahli? Pendidikan yang minim. Dengan demikian, seharusnya yang dilakukan pemerintah adalah meningkatkan keahlian anak negeri dengan meningkatkan kuantitas dan kualitas pendidikan. Inilah tanggung jawab pemerintah.

Pemerintah bisa saja mendatangkan ahli, semisal ahli IT, dari luar negeri yang bertugas mendidik keahlian IT bagi anak negeri. Dan anak negeri inilah yang nanti akan mengisi lapangan-lapangan pekerjaan yang membutuhkan keahlian tersebut.

Ibaratnya seorang ayah yang memiliki perusahaan, saat anaknya tidak memiliki pekerjaan dan penghidupan yang layak, sang ayah seharusnya mencari akar masalah yang menimpa anak tersebut. Ayahlah yang memberikan lapangan pekerjaan pada anaknya, di perusahaannya. Jika anaknya kurang berpendidikan, maka ayah harus memberinya pendidikan yang layak. Jika anaknya kurang keahlian, maka ayah bisa mencarikan guru untuk mengajarinya menjadi ahli. Maka, perusahaan milik sang ayah ini akan terus berjalan dan bisa diwariskan pada anaknya, saat ayah tiada.

Pemerintah negeri ini, saat ini, tidak berperilaku sebagai seorang ayah yang bertanggung jawab pada anaknya. Namun, pemerintah justru berperilaku sebagai orang asing oportunis yang memberikan lapangan pekerjaan pada warga negara lain, seraya membiarkan warga negaranya jobless.

Jika pemerintah negeri ini memberikan lapangan pekerjaan pada TKA, maka siapa kelak yang akan membangun negeri ini? Siapa kelak yang mewarisi negeri ini? []

[1] cara (langkah) yang ditempuh untuk melaksanakan program, kebijaksanaan dsb

[2] https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20180406154535-92-288851/Perpres-tenaga-kerja-asing-jadi-celah-hadirnya-pekerja-ilegal

[3] https://ekbis.sindonews.com/read/1254956/34/ini-penyebab-jumlah-pengangguran-di-ri-meningkat-1509959826

[4] https://www.cnnindonesia.com/nasional/20180406114249-32-288785/dpr-kecewa-jokowi-permudah-tenaga-kerja-asing-di-indonesia

[5] http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/18/04/05/p6pwhh299-menaker-Perpres-tka-bisa-tingkatkan-sektor-investasi

[6] http://republika.co.id/berita/ekonomi/korporasi/18/04/05/p6pi7s377-survei-tenaga-kerja-asing-mendapat-respons-negatif

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *